Makalah, Makalah Pengertian Dan Kegunaan Penelitian Pendidikan Mata Kuliah Metode Penelitian

10:31:00 PM 0
PENGERTIAN DAN KEGUNAAN PENELITIAN PENDIDIKAN

Makalah, Makalah Pengertian Dan Kegunaan Penelitian Pendidikan Mata Kuliah Metode Penelitian

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur atas kehadirat Allah SWT atas segala limpahan Rahmat dan Hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Pengertian Dan Kegunaan Metode Penelitian Pendidikan”. Shalawat dan salam semoga dilimpahkan atas junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat dan sekalian umatnya yang bertaqwa.
            Ucapan terima kasih pula kami tujukan kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam proses penyusunan makalah ini, baik bantuan materil maupun nonmateril.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat kami harapkan guna penyempurnaan penyusunan makalah selanjutnya. Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, amin.

Watampone,     September 2015

                                                                                                Penyusun




DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL
KATA PENGANTAR                                                                                    
DAFTAR ISI                                                                                                    
BAB I PENDAHULUAN                            
A. Latar Belakang                                                                                 
B. Rumusan Masalah                                                                            
C. Tujuan Penulisan                                                                             
BAB II PEMBAHASAN
A.    Pengertian Penelitian Pendidikan                                                    
B.     Kegunaan Penelitian Pendidkan                                                     
BAB III PENUTUP                                                                                                  
A.    Simpulan                                                                                         
B.     Saran                                                                                               
DAFTAR PUSTAKA           

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
B.     Rumusan Masalah
Setelah memperhatikan latar belakang diatas, maka penulis dapat menentukan rumusan masalah sebagai berikut :
1.      Bagaimana Konsep Dasar Penelitian Pendidikan ?
2.      Bagaimana Kegunaan Penelitian Pendidikan ?
C.    Tujuan Penulisan
Setelah memperhatikan rumusan masalah diatas, maka penulis dapat menentukan tujuan penulisan sebagai berikut :
1.      Untuk mengetahui biografi singkat dari Murtadha Muthahhari.
2.      Untuk mengetahui pemikiran pendidikan islam menurut Murtadha Muthahhari.



BAB II
PEMBAHASAN
A.    Biografi Singkat Murtadha Muthahhari
Murtadha Muthahhari lahir pada tanggal 2 Februari 1920 di Fariman, sebuah dusun yang terletak 60 km dari Masyhad, pusat belajar dan ziarah kaum Syi’ah yang besar di Iran timur. Ayahnya adalah Muhammad Husain Muthahhari, seorang ulama terkemuka dan dihormati.[1]Aktivitas belajar atau pendidikan Muthahhari dimulai di Madrasah Fariman sebuah madrasah yang termasuk kuno, yang mengajarkan kefasihan membaca dan menulis surah-surah pendek dari al-Quran dan pendahuluan-pendahuluan mengenai sastra Arab. Barulah pada usia 12 tahun Muthahhari mulai belajar agama secara formal di lembaga pengajaran di Masyhad. Muthahhari mulai menemukan kecintaan besarnya pada filsafat, teologi, dan tasawuf (‘irfān) di lembaga pengajaran Masyhad ini. Kecintaan tersebut berada pada dirinya sepanjang hidupnya dan membentuk pandangan menyeluruhnya tentang agama.
Bulan Ramadhan 1356 H., Muthahhari hijrah ke Qum dan belajar di bawah bimbingan Ayatullah Boroujerdi dan Khomeini.[2]Muthahhari mengikuti kuliah-kuliah Ayatullah Boroujerdi (sebagai direktur lembaga pengajaran di Qum) mengenai filsafat dan ‘irfān. Muthahhari mengenal lebih jauh pribadi Imam Khomeini di lembaga ini, sebagaimana yang dipaparkannya :
“Ketika di Qum, aku menemukan pribadi yang kudambakan. Kusadari bahwa dahaga jiwaku akan terpuasi oleh mata air murni pribadi itu. Meskipun aku belum menyelesaikan tahap-tahap awal belajarku, dan belum memadai untuk mempelajari ilmu-ilmu rasional (ma‘qūlāt), kuliah-kuliah etika yang diberikan oleh pribadi tercinta itu pada setiap Kamis dan Jumat yang tidak terbatas pada etika dalam arti akademis yang kering, namun juga menyangkut ‘irfān dan perjalanan spiritual. Kuliah-kuliah itu menimbulkan ekstase pada diriku, yang pengaruh-pengaruhnya kurasakan sampai Senin atau Selasa berikutnya. Sebagian kepribadian intelektual dan spriritualku terbentuk oleh pengaruh kuliah-kuliah itu dan kuliahkuliah lain yang kuikuti selama 12 tahun dari guru spiritual (ustad-i ilahi) itu.[3]
Guru lainnya yang berpengaruh pada Muthahhari di Qum adalah mufassir besar al-Quran dan filosof, Ayatullah Sayyid Muhammad Husein Thabathaba’i. Sebagian dari materi kuliah Thabathaba’i yang diikuti oleh Muthahhari adalah filsafat materialisme dan al-Syifā`-nya Ibn Sina. Berkat kecerdasannya yang luar biasa, tradisi keilmuan Barat dan Timur dikuasai oleh Muthahhari.[4]
Muthahhari meninggalkan Qum tahun 1952 menuju Teheran, menikah dengan putri Ayatullah Ruhani, dan mulai mengajar filsafat di Madrasa-yi Marvi, salah satu lembaga utama pengetahuan keagamaan di ibu kota. Reputasinya di bidang pendidikan adalah sebagai pengajar yang masyhur dan efektif di Universitas Teheran, Muthahhari juga banyak berperan dalam organisasi keislaman. Muthahhari menjadi pemimpin sekelompok ulama Teheran pada tahun 1960 yang dikenal dengan Masyarakat Keagamaan Bulanan (Anjuman-i Mahana-yi Dini).[5]
Muthahhari banyak bergulat dengan kegiatan keagamaan, pendidikan dan puncaknya pada aktivitas politik yang lebih luas dan memuaskan pada dirinya. Mengajar bidang studi filsafat di Fakultas Teologi dan Ilmu-ilmu Keislaman, Universitas Teheran tahun 1954 selama 22 tahun sampai akhirnya dipercaya menjadi Ketua Jurusan di Universitas Teheran.
Muthahhari ditahan bersama Ayatullah Khomeini pada tahun 1963 Muthahhari mengambil alih imāmah dan menggerakkan para ulama mujāhidīn, sekaligus menjadi imam masjid al-Jawād, menggantikan peran Imam Khumaeni yang dibuang di Turki. Fungsi masjid diubah dan memperluas menjadi pusat pergerakan politik Islam.
Akibat dari aktivitas pergerakan politik Islam yang dilakukan Muthahhari, pada tahun 1972, masjid al-Jawād dan Husainiya-yi Irsyad dilarang untuk mengadakan kegiatan oleh rezim Syah, dan Muthahhari pun ditangkap dan dimasukkan ke penjara, tetapi pada akhirnya dibebaskan. Pengalaman-pengalaman pahit itu tidaklah mengubah sikap dan langkah-langkahnya, bahkan membuat terus bersemangat untuk melanjutkan aktivitas politiknya.
Tepat pada tanggal 12 Januari 1979, Muthahhari ditunjuk sebagai Ketua Dewan Revolusi Islam, sampai mencapai puncak kemenangannya pada tanggal 11 Februari 1979. Sesudah beberapa bulan kemenangan Revolusi Islam, tepatnya pada tanggal 1 Mei 1979, Muthahhari dibunuh dengan cara ditembak oleh sekelompok teroris Furqān-sebuah kelompok kecil radikal, yang jumlah anggotanya tak lebih dari lima puluh orang, yang menolak otoritas religius ulama-saat baru saja meninggalkan rapat.
Salah satu alasan yang membuatnya terus bersemangat adalah obsesinya untuk mewujudkan kebebasan bagi negerinya sendiri (Iran) dari belenggu penjajahan peradaban asing. Bagi Muthahhari, penjajahan peradaban, tidak diragukan lagi adalah penjajahan paling berbahaya dibanding penjajahan dalam bentuk lainnya. Soalnya, bagaimana mungkin negara Barat bisa menjajah suatu negeri dalam bentuk penjajahan ekonomi dan politik sebelum menjajahnya dalam bentuk penjajahan peradaban ? Semangat Muthahhari merupakan cerminan dari semangat semboyan-semboyan revolusi Kemerdekaan, Kebebasan, dan Republik Islam.[6]



B.     Pemikiran Pendidikan Islam Menurut Murtadha Muthahhari
1.      Pendidikan Islam Menurut Murtadha Muthahhari
Menurut Murtadha Pendidikan Islam ialah proses pembentukan kepribadian seseorang yang “Insan Kamil”. Istilah Insān Kāmil muncul pada mulanya dikalangan para sufi dan kemudian beredar secara luas pada segenap lapisan masyarakat Islam. Insān Kāmil dipahami pada umumnya sebagai sebutan untuk manusia tertentu, yakni untuk mereka yang memiliki keutamaan jiwa yang sempurna.
Adapun usaha-usaha untuk mencapai derajat Insān Kāmil, maka menurut Murtadha Muthahhari tidak bisa datang dengan sendirinya meskipun potensi untuk kearah itu sudah ada. Dalam konteks ini Muthahhari member resep agar manusia tersebut harus lebih dahulu mengenal, memahami dan mempelajari pribadi-pribadi yang mempunyai kualifikasi sebagai Insān Kāmil.
Dengan demikian usaha untuk mewujudkan menjadi Insān Kāmil itu ada dua cara :
1.      Mempelajari dan memahami ayat-ayat Al-Qur'an dan Hadits yang berbicara tentang masalah Insān Kāmil, yaitu tentang bagaimana penyelenggaraan Pendidikan Islam. Sehingga proses pendidikan islam yang dilakukan sesuai dengan tuntunan Al-Qur’an Hadits.
2.      Mengenal langsung individu-individu yang meyakinkan bahwa mereka adalah orang-orang yang terbina sedemikian rupa sebagaimana yang diinginkan oleh Al-Qur'an dan Hadits. Misalnya Nabi Muhammad SAW. Kita sepakat bahwa Nabi Muhammmad SAW memiliki sejumlah keutamaan, keistemewaan dan kelebihan. Tidak ada manusia yang memiliki karakter seperti Nabi Muhammmad SAW, beliaulah potret  utuh Insān Kāmil Islam yang terdapat keteladanan didalam diri beliau.
Menurut Murtadha Muthahhari, ciri manusia yang memiliki predikat Insān Kāmil yaitu manusia tersebut mampu menyeimbangkan dan menstabilkan serangkaian potensi insaniah. Kāmil atau kesempurnaan manusia terletak pada kestabilan dan keseimbangan nilai-nilainya. Manusia dengan segala kemampuan yang ada pada dirinya dapat dianggap sempurna, ketika tidak hanya cenderung pada satu nilai dari sekian banyak nilai yang ia miliki. Ia dapat dianggap sempurna ketika mampu menyeimbangkan dan menstabilkan serangkaian potensi insaniahnya.
Dalam hubungannya dengan Insān Kāmil Muthahhari mengungkapkan ciri manusia yang memiliki predikat Insān Kāmil yaitu manusia tersebut mampu menyeimbangkan dan menstabilkan serangkaian potensi insaniahnya. Disini terlihat Muthahhari memegang prinsip keseimbangan dalam membentuk unsur spiritual, dan material. Muthahhari tampaknya ingin menyatupadukan antara potensi akal atau pikir dengan rasa dan segenap potensi lainnya.
Dalam konteks ini, peneliti/penyusun sependapat dengan cara berpikir Muthahhari, karena jika hanya mementingkan akal atau intelek maka akal tersebut hanya akan membawa kerusakan dimuka bumi dan pada akhirnya Islam akan dianggap agama kekerasan. Sebaliknya bila hanya mementingkan rasa atau rohani, maka Islam akan mengalami kemunduran. Karena itu konsep Muthahhari yang memadukan seluruh potensi diri merupakan konsep Pendidikan Islam yang mana terfokus pada pembentukan Insān Kāmil.
2.      Tujuan Pendidikan Menurut Murtadha Muthahhari
Salah satu tujuan pendidikan Islam menurut Murtadha Muthahhari adalah membangun kepribadian manusia dengan cara pengembangan potensi akal dan berfikir.[7]Menurutnya pendidikan Islam hendaknya diarahkan untuk pengembangan kelompok dan individu. Karena menurutnya didalam Islam kesejatian individu dan masyarakat harus dijaga dan dihormati. Dan salah satu cara untuk mengembangkannya adalah lewat pendidikan.[8]
Pandangan Muthahhari tentang tujuan pendidikan Islam mencerminkan pemahamannya yang utuh tentang konsep pendidikan Islam yang tidak hanya bertujuan membangun karakter individual namun juga berorientasi pada pembangunan masyarakat Islam. Antara individu dan masyarakat adalah dua perkara yang sangat diperhatikan di dalam Islam sebagaimana terekam dalam hadits Rasulullah SAW :
مَثَلُ الْقَائِمِ عَلَى حُدُودِ اللَّهِ، وَالْوَاقِعِ فِيهَا، كَمَثَلِ قَوْمٍ اسْتَهَمُوا عَلَى سَفِينَةٍ، فَأَصَابَ بَعْضُهُمْ أَعْلاَهَا، وَبَعْضُهُمْ أَسْفَلَهَا، فَكَانَ الَّذِينَ فِى أَسْفَلِهَا إِذَا اسْتَقَوْا مِنَ الْمَاءِ مَرُّوا عَلَى مَنْ فَوْقَهُمْ، فَقَالُوا: لَوْ أَنَّا خَرَقْنَا فِى نَصِيبِنَا خَرْقًا، وَلَمْ نُؤْذِ مَنْ فَوْقَنَا، فَإِنْ يَتْرُكُوهُمْ، وَمَا أَرَادُوا هَلَكُوا جَمِيعًا، وَإِنْ أَخَذُوا عَلَى أَيْدِيهِمْ نَجَوْا وَنَجَوْا جَمِيعًا
Artinya : “Perumpamaan orang-orang yang menegakkan hukum Allah dan yang melanggarnya adalah seperti kaum yang sedang menumpang kapal. Sebagian dari mereka berada dibagian atas dan yang lain berada dibagian bawah. Jika orang-orang yang berada dibawah membutuhkan air, mereka harus melewati orang-orang yang berada diatasnya. Lalu mereka berkata ; andai saja kami lubangi kapal pada bagian kami tentu kami tidak akan menyakiti orang-orang yang berada diatas kami. Tetapi jika yang demikin itu dibiarkan oleh orang-orang yang berada di atas maka akan binasa semuanya. Dan jika mereka menghendaki dari tangan mereka keselamatan, maka akan selamat semuanya.” [9]
Hadits ini menegaskan tentang model kehidupan dalam masyarakat Islam yang saling menjaga satu sama lainnya, sehingga tujuan pendidikan Islam harus mampu membentuk karakter individu yang berkepribadian Islam sekaligus karakter yang memiliki perhatian dan kepedulian dalam pembentukan masyarakat Islam sebagaimana gagasan Murtadha Muthahhari.



3.      Kurikulum Pembelajaran Menurut Murtadha Muthahhari
Sesuai dengan pengertian kurikulum yaitu suatu kegiatan yang terencana dan sistemik dalam rangka memperoleh hasil pembelajaran dan pada jenjang pendidikan tertentu, maka tujuan pengembangan kurikulum pendidikan menurut Murtadha Muthahhari adalah usaha untuk mengembangkan potensi berfikir kreatif. Menurutnya berfikir kreatif harus menjadi tujuan utama dalam setiap pembelajaran. Dan maksud dari berfikir kreatif adalah kemampuan untuk mengaplikasikan ilmu yang dimiliki dalam langkah-langkah praktis. Karena substansi dari pembelajaran adalah perubahan tingkah laku bukan hanya sekedar formalitas belaka.
Tujuan pembelajaran untuk berfikir kreatif oleh Muthahhari juga dimaksudkan agar peserta didik mampu berfikir kritis yaitu kemampuan untuk menjadi problemsolver terhadap berbagai persoalan yang dihadapi oleh masyarakat. Dengan demikian tujuan pembelajaran sebagai bagian dari komponen kurikulum menurut Muthahhari adalah setiap kegiatan pembelajaran yang bertujuan untuk membentuk pola fikir peserta didik dengan pengembangan nalar kritis dan kreatif.   Tujuan pembelajaran dengan pengembangan nalar kritis dan kreatif oleh Muthahhari agar pembelajaran tidak hanya merupakan indoktrinasi formalistik belaka yang akan menciptakan pragmatisme di dalam pendidikan. Namun mampu membentuk karakter peserta didik yang siap berjuang melakukan perubahan dengan penuh pengorbanan sesuai dengan hasil dari kesadaran kritis mereka.
4.      Metode Pembelajaran Menurut Murtadha Muthahhari
Dalam rangka mewujudkan tujuan tersebut, Muthahhari menawarkan beberapa metode pembelajaran yang dapat diterapkan oleh seorang guru antara lain:
a.       Metode Trial and Error yaitu melatih peserta didik selalu memecahkan problem-problem kehidupan yang dihadapi. Melatih ini dimaksudkan agar peserta didik terbiasa untuk selalu mencari solusi yang tepat dalam memecahkan masalah kehidupan mereka.
b.      Metode eksperimen adalah metode pembelajaran dengan mengedepankan pengalaman hidup sebagai basis pengetahuan.
c.       Metode menakut-nakuti (punishment-reward) yaitu metode pembelajaran preventif terhadap pelanggaran peserta didik serta pemberian penghargaan bagi yang berprestasi. Hal lain yang penting yang harus diperhatikan, dalam metode ini adalah mensosialisasikan tentang tujuan dari hukuman tersebut (Punishment/al-Taubikh) dan tujuan pemberian hadiah (Reward/al-Tsawab). Sosialisasi atau memberikan pengertian tentang pemberlakuan dua hal tersebut diharapkan agar siswa tidak terganggu mentalnya serta agar peserta didik berlomba-lomba untuk memperoleh prestasi.
d.      Metode dialog adalah metode yang menerapkan strategi dialogis antara guru dengan peserta didik agar dapat menumbuhkan kemampuan berfikir kritis dan kreatif dalam memecahkan berbagai persoalan.[10]



BAB III
PENUTUP
A.    Simpulan
Setelah memperhatikan pembahasan diatas, maka penulis dapat menentukan simpulan sebagai berikut :
1.      Murtadha Muthahhari lahir pada tanggal 2 Februari 1920 di Fariman, sebuah dusun yang terletak 60 km dari Masyhad, pusat belajar dan ziarah kaum Syi’ah yang besar di Iran timur. Ayahnya adalah Muhammad Husain Muthahhari, seorang ulama terkemuka dan dihormati.
2.      Menurut Murtadha Pendidikan Islam ialah proses pembentukan kepribadian seseorang yang “Insan Kamil”. Istilah Insān Kāmil muncul pada mulanya dikalangan para sufi dan kemudian beredar secara luas pada segenap lapisan masyarakat Islam. Insān Kāmil dipahami pada umumnya sebagai sebutan untuk manusia tertentu, yakni untuk mereka yang memiliki keutamaan jiwa yang sempurna.
3.      Tujuan pendidikan Islam menurut Murtadha Muthahhari adalah membangun kepribadian manusia dengan cara pengembangan potensi akal dan berfikir.
4.      Kurikulum menurut Muthahhari adalah setiap kegiatan pembelajaran yang bertujuan untuk membentuk pola fikir peserta didik dengan pengembangan nalar kritis dan kreatif.  
5.      Metode yang dapat dilaksanakan menurut Murtadha diantaranya, Metode Trial and Error, Eksperimen, Menakut-nakuti dan metode Dialog.
B.     Saran
Setelah menyelesaikan makalah kami ini, penulis menyarankan kepada seluruh pembaca agar memahami bagaimana Pemikian Pendidikan Islam menurut Murtadha Mutahhari sebagai tambahan ilmu pengetahuan. Namun penulis juga menyarankan agar pembaca tidak hanya berpedoman kepada makalah kami ini. Masih banyak sumber buku lainnya yang lebih baik daripada karya kami ini.



DAFTAR PUSTAKA
Al-Bukhari, Kitab Shahih al-Bukhari, ( Maktabah Syamilah), hadits no : 2313
Al-Naquib Al-Atas, Syed Muhammad. Konsep Pendidikan dalam Islam, Terj. Haidar Baqir. Bandung: Mizan, 1992.
Bagir, Haidar. Murtadha Muthahhari Sang Mujahid Sang Mujtahid, Cet. 2; Bandung: Yayasan Muthahhari, 1993.
Madjid, Nurcholish.  Masyarakat Madani. Jakarta: Paramadina, 2000.
Muhajir, Filsafat Pendidikan Islam Syi’ah, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2013.
Muthahhari, Murtadha. Tarbiyah al-Islamiyah Terj: Muhammad Bahruddin. Depok: Iqra’ Kurnia Gemilang, 2005.
Rakhmat, Jalaluddin.  “Kata Pengantar” dalam Murtadha Muthahhari, Perspektif al- Quran tentang Manusia dan Agama. Bandung: Mizan, 1992.
Rokhayati, Konsep Pendidikan Islam Menurut Prof. Dr. Athiyah Al-Abrasyi dan Prof. Dr. Hasan Langgulung (Studi Komparasi). Skripsi Temanggung STAINU, 2004.
Syafi`i, Memahami Teologi Syi`ah Murtadha Muthahhari. Semarang : RaSail., 2004.




[1] Haidar Bagir, Murtadha Muthahhari Sang Mujahid Sang Mujtahid, Cet. 2; (Bandung: Yayasan Muthahhari, 1993), h. 25
[2] Jalaluddin Rakhmat, “Kata Pengantar” dalam Murtadha Muthahhari, Perspektif al- Quran tentang Manusia dan Agama, (Bandung: Mizan, 1992), h. 8
[3] Haidar Bagir, Murtadha Muthahhari Sang Mujahid Sang Mujtahid, Op. Cit, h. 29-30
[4] Ibid, h. 32
[5] Ibid, hlm. 35-37.
[6] Syafi`i, Memahami Teologi Syi`ah Murtadha Muthahhari, (Semarang : RaSail, 2004),  h. 61
[7] Murtadha Muthahhari, Tarbiyah al-Islamiyah Terj: Muhammad Bahruddin (Depok: Iqra’ Kurnia Gemilang, 2005), h. 53
[8] Muhajir, Filsafat Pendidikan Islam Syi’ah, (Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2013), h. 56
[9] Al-Bukhari, Kitab Shahih al-Bukhari, ( Maktabah Syamilah), Hadits no : 2313
[10] Muhajir, Filsafat Pendidikan Islam Syi’ah, Op. Cit, h. 81-82

Makalah, Makalah Peran Kepala Suku Dalam Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam di Kel. Bajoe Kec. Tanete Riattang Timur Kab. Bone Mata Kuliah Kapita Selekta

10:30:00 PM 0
PERAN KEPALA SUKU DALAM PELAKSANAAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI KEL. BAJOE KEC. TANETE RIATTANG TIMUR KAB. BONE

Makalah, Makalah Peran Kepala Suku Dalam Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam di Kel. Bajoe Kec. Tanete Riattang Timur Kab. Bone Mata Kuliah Kapita Selekta

KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah kami sampaikan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Sholawat dan salam tak lupa kami sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW yang diutus untuk menjadi rahmat sekalian alam. Seiring dengan itu, tidak lupa kami ucapkan kepada dosen pembimbing yang telah memberikan motivasi dalam penyelesaian makalah ini.
Dalam makalah ini menjelaskan secara ringkas mengenai Peranan kepala suku dalam pelaksanaan pendidikan islam di bajoe. Namun dalam hal ini bahwa kami menyadari memiliki banyak kekurangan dari makalah ini karena “Tak ada gading yang tak retak”. Setiap kesalahan tidak akan luput dalam penulisan makalah ini. Oleh karena itu, saran dan masukan dari berbagai pihak  kami harapkan untuk penyempurnaan makalah ini dan semoga dengan selesainya makalah ini dapat berguna bagi pembaca.



                                                                                    Watampone, 13 Juni 2015 
                                                                                                Penyusun

                                                                                                   Hasdi
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I Pendahuluan
A.  Latar belakang
B.  Rumusan masalah
BAB II Pembahasan
A.    Pengertian dari Kepala Suku Bajo
B.     Kepemimpinan kepala suku dalam pelaksanaan pendidikan agama islam
C.     Peranan pendidikan islam di bajoe
BAB III Penutup
A.    Kesimpulan
B.     Saran
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Pembahasan tentang kepemimpinan dari tahun ke tahun selalu menarik untuk dikedepankan.Berbagai persepsi sering kali dilontarkan,misalnya pemimpin      merupakan kelas pertama dalam tatanan kehidupan sosial,demikian pula jika diperbincangkan tanggungjawabnya sebagai Pemimpin Negara.
Pemimpin di dalam suatu wilayah,mempunyai peranan penting dalam berbagai kehidupan baik dari kehidupan keluarga, masyarakat, maupun bangsa dan negara.Maka dari konsep kepemimpinan sangat kompleks dan mengalami perkembangan,jadi jika seseorang yang ingin menjadi pemimpin di suatu wilayah hendaknya harus mengetahui atau biasa melaksanakan fungsi-fungsi simbolik,inspirasional,edukasional,dan normative pemimpin.[1]
Maka dari itu, pemimpin haruslah mengetahui peran yang dimilikinya di dalam suatu wilayah supaya wilayah  yang di pimpinnya akan bejalan dengan lancar dan masyarakat bisa menerima arahan-arahan atau perintah yang di berikan kepada pemimpin di suatu wilayah tersebut.Jadi,seorang pemimpin yang baik haruslah mempunyai ilmu-ilmu tertentu.Terutama ilmu agama karna ilmu agama dapat mengontrol semua kegiatan-kegiatan yang akan di laksanakan dalam memimpin suatu wilayah.
Disisi lain Sergiovanni (1984b)megidentifikasikan`kekuatan` kepemimpinan,yang di pandang secara hirarkis.’kekuatan’ teknis mendukung kekuatan lain,namun ia merupakan bagian teratas piramida,dan kebanyakan kekuatan yang menonjol adalah aspek-aspek normative dari kepemimpinan yang concern terdapat nilai-nilai dan cultural.[2]
Misalnya peran pemimpin yang terdapat di wilayah Sulawesi selatan di situ terdapat suatu kelompok masyarakat yang mempunyai pemimpin yang sangat berperan dalam membangun masyarakat yang bermutu,baik dari aspek perekonomian ataupun pendidikan,terutama pendidikan agama islam sangatlah berperang di dalam suatu kelompok atau organisasi.
Maka dari itu, suatu wilayah di Bone Sulawesi Selatan terdapat suku di pesisir pantai yang bernama Suku Bajo,manyoritas Suku Bajo beragama islam dan kebiasaan mereka di laut,  jadi tidak ada kesempatan bagi masyarakat Suku Bajo untuk melaksanakan pendidikan islam seperti: sholat, membaca Al-Qur’an,dan ibadah-ibadah lainya. Karena penduduk Suku Bajo mengaggap bahwa kalau mereka tidak berlayar, maka mereka tidak mendapatkan penambahan uang untuk membeli kebutuhannya sehari-hari.
Dan di situlah terdapat ketua (pemimpin) masyarakat yang memimpin di daerah tersebut yang mereka sering mengatakan  Kepala Suku.Sehingga peneliti ingin mencoba melakukan penelitian yang bejudul “Peranan Kepala Suku Dalam Pelaksanaan Pendidikan islam di Kel.Bajoe Kec.Tanete Riattang Timur Kab.Bone”.Tujua utama peneliti untuk mengetahui apakah Kepalah Suku Bajo berperang Dalam pelaksanaan pendidikan islam di bajoe karana Suku Bajo saat ini tidak sama dengan Suku Bajo dulu,saat ini Suku bajo di Bajoe semakin hari ilmu atau paham agamnya semakin menigkat,sehingga penelit
B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dari makalah ini yaitu :
1.      Apa pengertian dari Kepala Suku Bajo?
2.      Bagaimana metode kepala suku dalam pelaksanaan pendidikan agama islam di bajoe?
3.      Bagaimana peranan pendidikan islam di suku bajo?








BAB II
PEMBAHASAN
A.       Pengertian Kepala Suku Bajo
Syekh, juga dapat ditulis Shaikh, Sheik, Shaykh atau Sheikh (Bahasa Arab: شيخ), adalah kata dari Bahasa Arab yang berarti kepala suku, pemimpin, tetua, atau ahli agama Islam.[3]
Suku Bajoe lahir dan hidup di laut. Mereka memiliki ketangguhan untuk mengarungi lautan sebagai dari sejarah dan jati dirinya. Meski saat ini banyak yang tinggal di darat tetapi ketergantungan suku ini terhadap laut belumlah hilang. Anak-anak mereka berteman dan bermain dengan laut, mereka hidup dan dihidupi  dengan lingkungan laut. Meresap dan melekat dalam keseharian mereka tentang adat-tradisi serta kearifan lokal untuk mengelola ekosistem laut di bagian manapun di Nusantara.[4]
Suku Bajoe adalah satu dari sekian banyak suku di Nusantara dengan kearifan lokal yang mengagumkan untuk hidup berdampingan dengan laut. Saatnya kali ini Anda benar-benar berinteraksi dengan mereka dan mendengar kisah tentang kesahajaan hidup dan cara bertahan hidup di tengah lautan.
Meski kini sudah banyak diantara mereka hidup menetap di rumah-rumah sederhana tetapi tetap tidak terpisahkan dari laut. Kemungkinan besar karena alasan inilah mereka membangun rumah di tepian pantai atau di atas permukaan laut yang dangkal.[5]
Dengan demikian warga suku bajo memiliki suatu pemimpin yang suda ada sejak dahulu pemimpin suku baja mereka sering menyebutnya kepala suku,maka dari itu kepala suku bajo saat ini yang bernama DERI sering di panggil PUANGDERI yang mengarahkan seluruh kegiataan yang akan di lakukan di suku bajo tersebut.
Didukun oleh pernyataan salah seorang tokoh di bajoe yang menyatakan bahwa jika mereka ingin melakukan kegiatan-kegiatan berupa taradisi puja-pujaan kami tidak bisa melaksanakannya tampa adanya kepala suku yang bernama PADDERI karana dialah seorang yang mengetahui matra-matra(doa-doa) yang akan dikirimkan kepada nenek moyang kami.[6]
Mata pencaharian utama suku Bajoe adalah mencari ikan dengan cara yang masih terbilang tradisional, seperti memancing, memanah, dan menjaring ikan. Ikan-ikan tersebut nantinya dijual kepada penduduk sekitar pesisir atau pulau terdekat. Kehidupan Suku Bajoe memang masih terbilang sangat sederhana, Menurut Kepala Suku Bajodengan membangun rumah dan pemukiman di sekitar pulau, akses terhadap kebutuhan pendidikan dan kesehatan bagi anak-anak suku ini diharapkan lebih terjamin.
Meskipun begitu, kepala keluarga biasanya tetap menghabiskan sebagian besar waktunya di laut lepas, mengingat laut adalah ladang mata pencaharian mereka. Ibu rumah tangga suku Bajoe selain mengurus rumah tangga juga membantu suami dengan cara mengolah hasil tangkapan ikan atau menjualnya di pasar terdekat (pasar bajoe).[7]
Beberapa suku Bajoe bahkan sudah mengenal teknik budidaya produk laut tertentu, misalnya lobster, ikan kerapu, udang, dan lain sebagainya. Mereka menyebut tempat budidaya sebagai tambak terapung yang biasanya terletak tak jauh dari pemukiman. Sebagian kecil masyarakat suku Bajoe bahkan sudah membuat rumah permanen dengan menggunakan semen dan berjendela kaca. Anak-anak Suku Bajoe juga sudah banyak yang bersekolah, bahkan ada yang sampai perguruan tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa kesadaran mereka tentang pentingnya pendidikan sudah mulai terbangun.
Suku Bajoe yang mendapat sebutan sea nomads atau manusia perahu karena sejak zamandahulu mereka adalah petualang laut sejati yang hidup sepenuhnya di atas perahu sederhana. Mereka berlayar berpindah-pindah dari wilayah perairan yang satu dan lainnya. Perahu adalah rumah sekaligus sarana mereka mencari ikan di luas lautan yang ibaratnya adalah ladang bagi mereka. Ikan-ikan yang mereka tangkap akan dijual kepada penduduk di sekitar pesisir pantai atau pulau. Inilah asal mula mereka disebut sebagai manusia perahu atau sea nomads. Kini mereka banyak bermukim di pulau-pulau sekitar Pulau Sulawesi, Kalimantan Timur, Nusa Tenggara, Maluku, hingga Papua. Persebaran suku Bajoe di beberapa daerah di Nusantara tentunya terjadi karena cara hidup mereka yang berpindah-pindah dan berlayar dengan perahu.[8]
Suku bajo tersebar di banyak tempat di Nusantara bahkan hingga ke negara tetangga termasuk Filipina dan Thailand. Satu kesamaan darinya adalah di tempat berbeda tersebut mereka menggunakan bahasa yang sama, yaitu bahasa  ibu suku Bajoe. Dari segi bahasa yang digunakan suku Bajoe saat ini pun ada kesamaan dengan bahasa Tagalog, Filipina.
B.     Kepemimpinan kepala suku dalam Pelaksanaan Pendidikan Islam Di Bajoe
Setelah terbentuk beberapa tempat ibadha di daerah suku bajo,masyarakat suku bajo suda banyak melaksanakan ibadha-ibadha berupa sholat,membaca Al-Qur’an di rumah ataupun di mesjid yang telah ada di suku bajo yang bernama mesjid Nadatussaada dan mesjid Jamirul Ilham, itu semuah berkat tokoh masyarakat yang mau ingin merubah suku bajo bahkan di mesjid jamirul ilham suda di bentuk anak remaja mesjid yang mengurus mesjid tersebut.
Berkat kepalah suku bajo yang bermotifasi merubah masyarakatnnya menjadi lebih baik di daerah suku bajo sekarang suda terbentuk berupa sekolah alam yang letaknnya berdekatan dengan mesjid Jamirul Ilham,supaya masyarak suku bajo dapat mengetahui etika moral menghargai baik itu sesama manusia ataupun alam semesta.
 Akhlak itu penting tidak hanya terbatas seseorang saja,tetapi penting juga pada masyarakat umat dan kemanusiaan pada umumnya, atau dengan kata lain,akhlak itu penting bagi seseorang dan masyarakat sekaligus. Sebagaimana seseorang tidak sempurna kemanusiaanya tampa akhlak begitu juga masyarakat dalam segala tahapanya tidak baik kehidupannya, tidak lurus keadaannya tanpa akhlak , dan hidup tidak akan makna tanpa ada akhlak mulia.[9]  
            Pendidikan islam sebagai proses iktiariah manusia mengandung cirri dan watak khusus dilihat dari kedua, aspek tersebut merupakan proses penanaman,pengembangan, dan pemantapan nilai-nilai keimanan yang menjadi pundamental-spritual manusia, dari mana, sikap dan tingkah lakunya termanifestasikan, menurut kaida-kaida agamanya,nilai-nilai keimanam seseorang merupakan keseluruhan pribadi yang menyatakan diri dalam bentuk tingka laku lahiriah dan rohaniah, dan ia merupakan tenaga pendorong dan penegak yang fundamental bagi tingkah laku seseorang,iman seseorang yang telah internalized
dapat menjadi elanvitale bagi fungsi-fungsi kejiwaan seseorang yang berkemampuan mengontrol,mengarahkan, serta mendinamisir tingkah lakunya.[10]


C.    Peranan pendidikan islam di suku bajo
Pendidikan bagi umat manusia merupakan system dan cara meningkatkan kualitas hidup dalam segala bidang. Dalam sejarah hidup umat manusia dimuka bumi ini, hampir tidak ada kelompok manusia yang tidak menggunakan pendidikan sebagai pembudayaan dan peningkatan kualitasnya, sekalipun dalam kelompok masyarakat primitif.
Hanya system dan metodenya yang berbeda-beda sesuai taraf hidup dan budaya masyarakat masing-masing.Dikalangan masyarakat, manusia yang berbudaya modern, system dan metode pendidikan yang dipergunakan setara dengan kebutuhan atau tuntutan aspirasinya.
Hal inilah yang dapat  menyebabkan ketertinggalan pendidikan Islam dari lembaga pendidikan lainnya. Adapun menurut Zainal Abidin Ahmad (1970:35), setidaknya disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu:
1.      Pendidikan Islam sering terlambat merumuskan diri untuk merespon perubahan dan kecenderungan masyarakat sekarang dan akan datang.
2.      Sistem pendidikan Islam kebanyakan masih lebih cenderung mengorientasikan diri pada bidang-bidang humaniora dan ilmu-ilmu sosial ketimbang ilmu-ilmu eksakta semacam fisika, kimia, biologi, dan matematika modern
3.      Usaha pembaharuan pendidikan Islam sering bersifat sepotong-potong dan tidak komprehensif, sehingga tidak terjadi perubahan yang esensial.
4.      Pendidikan Islam tetap berorientasi pada masa silam ketimbang berorientasi kepada masa depan, atau kurang bersifat future oriented.
5.      Sebagian pendidikan Islam belum dikelola secara professional baik dalam penyiapan tenaga pengajar, kurikulum maupun pelaksanaan pendidikannya.
6.      Sistem pendidikan Islam yang ada hanya mengajarkan ilmu-ilmu agama saja. Di sisi lain, generasi muslim yang menempuh pendidikan di luar sistem pendidikan Islam hanya mendapatkan porsi kecil dalam hal pendidikan Islam atau bahkan sama sekali tidak mendapatkan ilmu-ilmu keislaman.
Beberapa persepsi generasi muda di Bajoe tentang pentingnya Pendidikan Agama dalam kehidupan sehari-hari.
Menuru tokoh masyarakat bahwa pendidikan islam sangat penting diajarkan pada anak-anak sejak usiah dini agar pendidikan islam yang dapat menjadi benteng dalam menghadapi banyaknya budaya asing yang masuk ke Indonesia.[11]Pendidikan merupakan dasar kehidupan manusia, adaalah pandangan hidup, maka dari itu tujuan pendidikan haruslah ditentukan falsafah hidup yang dianut oleh bangsa.[12]
Dari pengertian pendidikan Islam di atas dapat dipahami bahwa pendidikan itu tidak hanya di laksanakan melalui proses prasarana yang memadai tetapi yang palng penting dalam pendidikan tujuan yang hendak dicapai, dengan demikian peningkatan pelaksanaan pelaksanaan agama (islam) bagi kehidupan masyarakat suku bajo sangat diperlukan sehingga penggulanan moral bagi masyaarakat suku bajo terkhususnya bagi kalangan remaja.mungkin pendidikan agama islam sesungguhnya mengandung banyak aspek social dan pedoman akhlakul karimah dilaksanakan dengan sedimikian rupa, agar dapat didekatkan dengan kenyataan sekarang ini.










BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Pendidikan bagi umat manusia merupakan sistem dan cara meningkatkan kualitas hidup dalam segala bidang. Pendidikan islam dalam masalah sosial memiliki banyak problem yang harus menemui titik penyelesaian danuntuk mengatasi problematika dalam pendidikan Islam hendaknya`terlebih dahulu harus mengetahui secara pasti tujuan yang akan dicapai yaitu dilihat dari dua perspektif sebagai berikut yaitu  perspektif manusia (pribadi) dan perspektif masyarakat (makhluk sosial).Sistem pendidikan Islam diharapkan tidak terjebak pada aspek rutinitas, alami dan salah kaprah.Sehingga dibutuhkan kerja ekstra keras dan cerdas dalam menyikapi pelbagai dinamika perubahan masyarakat yang terus menerus berkembang, serta bersikap proaktif dan antisipasif dalam pengembangannya.
Pembenahan sistem pendidikan Islam yang harus dilakukan adalah melahirkan cara pandang baru (mindset) guna pemetaan dan pemantapan visi-misi, tujuan, dan perumusan kurikulum yang baik dan benar.



B.     Saran
Semoga makalah yang kami susun ini bisa dijadikan sebagai sumber pelajaran yang bermanfaat bagi pembaca dan penulis pada khususnya.Kami menyadari bahwa baik dari pemilihan materi serta penyusunan makalah ini masih jauh pada tahap kesempurnaan, untuk itu kami sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang sifatnya membangun dari semua pihak, baik dari pembaca maupun dari pendengar pada umumnya.












DAFTAR PUSTAKA
Marianne & Tonibush,Menejemen Mutu Kepemimpinan pendidikan. Surabaya: IRCiSoD. 2012.
Al-Toumy al-Syaibany Omar Muhammad al-Toumy al-Syaibany,Filsafat Pendidikan Islam cet.IV;Jakarta Bumi Aksara. 2000.
Arifin H.M. Arifin, Kapita Selekta Pendidikan;Islam dan Umum Cet. IV; Jakarta: Bumi Aksara. 2000.



 [1]Lihat,Tonibush&Marianne,Menejemen Mutu Kepemimpinan pendidikan (Cet.I;Surabaya:IRCiSoD, 2012), h. 64    
[2] Lihat,Ibid.h.66                  
[3] Lihat www.Pengertian kepala suku.com(21juni2015)
[4] H.Muhlis,Tokoh Masyarakat,Wawancara,Tanggal  19 juni 2015
[5] Arfah,Tokoh Masyarakat,Wawancara,Tanggal 21 Juni 2015
[6] Rustam,Wawancara,Tanggal 21 Juni 2015
[7] Kepala Suku,Wawancara,Tanggal 21 Juni 2015
[8] Lihat www.Sejarah suku bajo,tanggal 24 juni 2015
[9] Omar Muhammad al-Toumy al-Syaibany,Filsafat Pendidikan Islam (cet.IV;Jakarta Bumi Aksara,2000) hal.214
[10] H.M. Arifin, Kapita Selekta Pendidikan;Islam dan Umum (Cet. IV; Jakarta: Bumi Aksara,2000), hal.214
[11] Jumadi, Tokoh masyarakat, Wawancara, 24 Juni 2015
[12] Daddo, Tokoh masyarakat,Wawancara, 24 Juni 2015