Makalah, Contoh Makalah Penghimpunan dan Penyaluran Zakat di Indonesia Mata Kuliah Manajemen Zakat

9:45:00 PM
PENGHIMPUNAN DAN PENYALURAN ZAKAT
DI INDONESIA





 PROLOG
Zakat merupakan ibadah yang memiliki dua dimensi, yaitu ibadah sebagai bentuk ketaatan kepada Allah (vertikal) dan sebagai kewajiban kepada sesama manusia (horizontal).
Setiap orang muslim mempunyai kewajiban untuk membayar zakat apabila telah memenuhi syrat-syarat yang telah ditentukan oleh syari’at. Di mana  zakat merupakan rukun ketiga dari rukun Islam yang kelima, yang merupakan pilar agama yang tidak dapat berdiri tanpa pilar ini.[1]
Sampai sejauh ini, telah diargumenkan bahwa zakat memiliki peran dan potensi yang sangat menjanjikan dalam pembangunan di era demokratisasi dan otonomi daerah. Laporan ini juga telah menunjukkan bagaimana zakat secara riil dapat bekerja dalam sistem fiskal nasional dan memungkinkan untuk menjadi bagian integral  dalam strategi pembangunan nasiona. Namun harus diakui bahawa hal-hal tersebut merupakan agenda besar yang membutuhkan waktu panjang dan komitemen politik yang tinggi. Karena itu dibutuhkan langkah-langkah transisi jangka pendek-menengah untuk membuat agenda besar ini menjadi realistis.
Dalam jangka pendek-menengah, agenda yang terpenting dibutuhkan zakat agar dapat mendekat dan masuk menjadi arus utama pembangunan adalah meningkatkan kredibiltas zakat, terutama dalam program pengentasan kemiskinan. Hal ini menjadi krusial karena zakat hingga kini masih kecil dilihat dari sisi ukuran (size) anggaran maupun dampak terhadap kemiskinan.
Di Indonesia, upaya meningkatkan efektivitas dan kredibilitas zakat dalam rana pembangunan nasional semestinya berfokus pada beberapa agenda. Pertama, peningkatan penerimaan dana zakat melalui lembaga-lembaga zakat. Kedua, peningkatan efektifitas penyaluran/pendayagunaan dana zakat. Ketiga,  mampu menghadapi tantangan dan peluang dalam pengelolaan zakat.
Berdasarkan penjelasan tersebut di atas, maka tulisan ini secara khusus akan mengkaji tentang penghimpunan dan penyaluran zakat serta tantangan dan peluang pengelolaan zakat di Indonesia.
Dalam membahas permasalah tersebut di atas, tahapan yang dilakukan yaitu pertama, menjelaskan proyeksi potensi zakat dan penghitungan potensi zakat. kedua, menjelaskan penghimpunan dana zakat. Ketiga, menjelaskan penyaluran dana zakat yang bersifat konsumtif dan produktif. Keempat, menjelaskan tantangan dan peluang pengelolaan zakat di Indonesia.

DIALOG
Proyeksi Potensi Zakat
Terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi pengelolaan dan potensi pengumpulan dana zakat di Indonesia. Pada level yang paling mendasar, potensi ini dipengaruhi  antara lain  yaitu : 1)Jumlah muzakki yang benar-benar membayar zakat serta jumlah zakat yang mereka bayarkan. 2) Jumlah badan/lembaga pengelola zakat (termasuk jejaringnya), 3) Tingkat kepercayaan masyarakat kepada lembaga-lembaga tersebut, 4)  Keberadaan aturan hukum dan infrastruktur pengelolaan zakat juga turut mempengaruhi realisasi penghimpunan dana zakat di Indonesia. Pada akhir tahun 2006, tercatat 413 milyar dana masyarakat telah dikelola oleh lembaga amil zakat pemerintah dan non-pemerintah di tanah air. Namun demikian, potensi zakat yang sesungguhnya disinyalir jauh lebih besar dari realisasi ini.[2]
Zakat memiliki potensi yang menjanjikan bagi perekonomian, namun dampak zakat tersebut baru akan terasa pada tingkat yang diharapkan jika dana zakat terkumpul dalam jumlah yang cukup signifikan. Dana zakat mungkin tidak mencukupi untuk pengentasan kemiskinan, bahkan ketika semua potensi zakat telah tergali dan jumlah orang miskin tidak besar. Sehingga terdapat kesenjangan yang besar antara potensi dan kebutuhan dana untuk pengentasan kemiskinan.
Cara menghitung potensi zakat :
No.
Asumsi Dasar
Jumlah dalam Angka
1
PendudukKec/Kab/Kodya/Provinsi
.......... (Tahun 2011)
2
Muslim (98%)

3
Mampu Bayar Zakat (30%)

4
Kemampuan Bayar Zakat
Rp. 750.000/thn atau Rp. 62.500/bln
5
Potensi Zakat Kec/Kab/Kodya/Provinsi

6
Dana Zakat yang dikelola BAZ/LAZ (3%,5%,7%/ 7%,10%,15%/ 15%, 20%, 25%)

7
Dana yang terpendam di masyarakat


            Potensi zakat di Bone diantaranya : Penduduk Bone 2011: 717.268 Jiwa, Agama Islam: 98% (702.923 Jiwa), Mampu Bayar Zakat: 30% (210.877 Jiwa) , Kemampuan Bayar Zakat: Rp.750.000/Thn (Rp.62.500/Bln, Rp.158.157.594.000/Thn, Rp.13.179.799.000/Bln, Dana Zakat Dikelola BAZ/LAZ : 5%(Rp.7.907.879.700/Thn, Dana Zakat Terpendam : Rp.150.249.714.300/Thn, Dana Zakat Dikelola BAZ/LAZ : 3%(Rp.4.744.727.820/Thn, Dana Zakat Terpendam : Rp.153.412.866.180/Thn, Dana Zakat Dikelola BAZ/LAZ : 1%(Rp.1.581.575.940/Thn, Dana Zakat Terpendam : Rp.156.576.018.060/Thn.
Penghimpunan Dana Zakat
Berdasarkan UU Pengelolaan Zakat No. 38/1999 dana zakat dapat dikumpulkan melalui Badan Amil Zakat (BAZ) bentukan pemerintah dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) bentukan non-pemerintah yang tersebar diseluruh pelosok tanah air. Selain kedua institusi tersebut sebenarnya terdapat satu institusi penting lainnya yang juga mengelola zakat, antara lain individu, pesantren, masjid, dan yayasan amal.karena sifatnya yang semi-formal, keberadaan institusi ini tidak dapat diatur dalam undang-undang. Walupun terdapat indikasi bahwa dana zakat yang mereka salurkan cukup besar, namun karena sifatnya yang informal dan sering kali beroperasi secara temporer (misalnya  bulan Ramadhan saja), data-data terkait tersedia.[3]
Faktor-Faktor Penghimpunan Zakat diantaranya : 1) Kesejahteraan Masyarakat meningkat, 2) Kesadaran masyarakat tinggi, 3) Lembaga zakat gencar melakukan sosialisasi.
Secara nasional, jumlah dana zakat yang berhasil dihimpun oleh BAZNAS, BAZDA dan LAZ terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Terdapat beberapa faktor yang berpotensi mempengaruhi pencapaian ini, antara lain semakin meningkatnya kesejahteraan masyarakat Indonesia, semakin tingginya kesadaran untuk berderma dan membayar zakat, serta semakin banyaknya jumlah badan/lembaga amil zakat yang gencar mensosialisasikan dan memfasilitasi penyaluran dana zakat.[4]
Penghimpunan dana zakat oleh BAZ (BAZNAS dan BAZDA) mengalami peningkatan semenjak tahun 2002. Secara total dana zakat yang dikumpulkan oleh BAZ adalah sebesar 12 milyar rupiah pada tahun 2002 yang meningkat mencapai 142 milyar rupiah pada tahun 2006.  Sebagaimana dijelaskan di bagian sebelumnya, sebagai tindak lanjut dari UU Pengelolaan Zakat No. 38/1999, berbagai daerah di  tanah air menerrbitkan perda zakat. Studi Litbang Departemen Agama menunujukkan bahwa setelah disahkan atau diberlakukannya Perda Zakat dibeberapa daerah di Indonesia meningkatkan penghimpunan dana zakat yaitu sekitar 15-35%.
Kota Aceh dan kota Padang merupakan dua diantara daerah yang menerbitkan Perda Zakat. Di Aceh, hal ini diperkuat dengan penerapan syariat Islam dan pengukuhan peran Baitul Mal sebagai lembaga pengelola zakat resmi didaerah ini. Salah satu implikasi positifnya terlihat dari fakta dimana lebih dari 8000 PNS menjadi Muzakki dan donator rutin bagi Baitul Mal sehingga perolehan zakat meningkat. Kota Padang lain lagi ceritanya, setelah menjadi tuan rumah Konferensi Zakat Asia Tenggara tahun 2007 lalu, pemerintah kota Padang mencanangkan program Kota percontohan Zakat Nasional didaerahnya. Hal ini tentunya berkontribusi positif terhadap penghimpunan dana zakat oleh BAZDA kota Padang. Dengan mengoptimalkan potensi zakat PNS saja, dana zakat (ZIS) yang berhasil dihimpun meningkat tajam dari 400 juta rupiah menjadi 1,6 milyar rupiah.[5]
Penghimpunan dana zakat oleh LAZ, sebagaimana halnya BAZ, juga menunjukkan peningkatan sepanjang periode 2002-2006. Dana zakat terhimpun yang berjumlah 68 milyar pada tahun 2002, meningkat tajam menjadi 272 milyar pada akhir tahun 2006. Ini merupakan suatu hal yang mengejutkan, mengingat secara umum kinerja LAZ dinilai baik dan terus meningkat oleh sebagian besar masyarakat. Baiknya kinerja pengumpulan dana zakat oleh LAZ-LAZ besar tersebut secara tidak langsung mengindikasikan lebih profesionalnya manajemen pengelolaan zakat oleh LAZ-LAZ besar tersebut. Rumah Zakat Indonesia, salah satu dari LAZ terbesar di tanah air, dikenal memiliki banyak perusahaan-perusahaan besar sebagai donator tetapnya sementara Dompet Dhuafa Republika dikenal dengan inovasi program pengumpulan zakatnya pada masyarakat banyak,seperti melalui SMS, layanan jemput zakat, hingga penghimpunan zakat sambil berbelanja (kerjasama dengan supermarket). Strategi-strategi pengumpulan dana seperti inilah yang agaknya menjadi salah satu kunci keberhasilan LAZ-LAZ besar tersebut.[6]
Penyaluran Dana Zakat
Dalam menyalurkan zakat UU No.38/1999 secara spesifik menyebutkan bahwa pendayagunaan zakat adalah untuk memenuhi kebutuhan hidup para mustahik zakat. Para Mustahik ini terdiri dari delapan golongan (asnaf), yaitu : fakir, miskin, amil, muallaf, riqab, gharim, sabilillah, dan ibnu sabil. Kelompok ini mencakup orang-orang yang paling tidak berdaya secara ekonomi, seperti anak yatim, orang jompo, penyandang cacat, orang yang menuntut ilmu, anak terlantar, orang yang terlilit hutang, pengungsi yang terlantar dan lain-lain. Selain diperuntukkan bagi mereka, hasil pengumpulan dana zakat dapat pula dimanfaatkan untuk usaha yang produktif yang bisa membantu memberikan kehidupan yang lebih baik kepada para mustahik.[7]
Berdasarkan amanat UU tersebut, dapat disimpulkan bahwa dana zakat dapat didistribusikan pada dua jenis kegiatan besar, yakni kegiatan-kegiatan yang bersifat konsumtif dan produktif. Kegiatan konsumtif adalah kegiatan yang berupa bantuan sesaat untuk menyelesaikan masalah yang bersifat mendesak dan langsung habis setelah bantuan tersebut digunakan terdapat pada bidang Kesehatan, Pendidikan, bidang sosial kemasyarakatan dan bidang sosial lainnya.  Sementara kegiatan produktif adalah kegiatan yang diperuntukkan bagi usaha produktif yang bersifat jangka menengah-panjang. Dana zakat juga disalurkan untuk kegiatan-kegiatan produktif seperti pemberdayaan ekonomi rakyat melalui bantuan modal kerja UMKM ( dana bergulir), bantuan alat kerja, dan kegiatan pendampingan/pembinaan usaha mikro dan kecil.[8]
Bagi pihak-pihak yang telah ditunjuk dan memiliki kewenangan dalam pengelolaan zakat (BAZNAS; LAZ; BAZIS; amil zakat; dll), hendaknya memperhatikan kaidah-kaidah berikut : Pertama, Alokasi atas dasar kecukupan dan keperluan. Sebagian ulama ahli fikih berpendapat bahwa pengalokasian zakat kepada mustahik yang delapan haruslah berdasarkan tingkat kecukupan dan keperluannya masing-masing. Dengan menerapakan kaidah ini, maka akan terdapat surplus pada harta zakat. Jika hal itu terjadi maka didistribusikan kembali, sehingga dapat mewujudkan kemaslahatan kaum muslimin seluruhnya. Atau mungkin juga akan mengalami defisit (kekurangan), dimana pada saat itu, pengelola boleh menarik pungutan tambahan dari orang-orang yang kaya dengan syarat-syarat tertentu sebagai berikut : kebutuhan yang sangat mendesak disamping tidak adanya sumber lain, mendistribusikan pungutan tambahan tersebut dengan cara yang adil, harus disalurkan demi kemaslahatan umat muslim, mendapat restu dari tokoh-tokoh masyarakat Islam. Kedua, berdasarkan harta zakat yang terkumpul. Sebagian ulama fikih berpendapat, harta zakat yang terkumpul itu dialokasikan kepada mustahiq yang delapan sesuai dengan kondisi masing-masing. Kaidah ini akan mengakibatkan masing-masing mustahiq tidak menerima zakat yang dapat mencukupi kebutuhannya dan menjadi wewenang pemerintah dalam mempertimbangkan mustahiq mana saja yang lebih berhak daripada yang lain. Setiap kaidah yang disimpulkan dari sumber syari’at Islam ini dapat diterapkan tergantung pada pendapatan zakat dan kondisi yang stabil. Ketiga, penentuan volume yang diterima mustahiq. Dalam masalah ini, terdapat beberapa pendapat ulama fikih sebagai berikut: (1) untuk masing-masing golongan mustahik zakat dialokasikan sebesar seperdelapan (1/8 atau 12,5%) dari total harta zakat yang terkumpul. Jika dana yang telah dialokasikan bagi suatu golongan itu tidak mencukupi, maka dapat diambil dari sisa dana yang dialokasikan untuk golongan mustahiq lain. Apabila tidak ada juga, maka diambil dari sumber lain dari kas negara atau dengan cara mewajibkan pajak baru untuk menutupi kekurangan itu atas mereka yang kaya sesuai dengan syarat yang telah ditetapkan dalam syari’at Islam. (2) bagi setiap golongan mustahiq zakat dialokasikan dana sesuai dengan kebutuhannya tanpa terikat dengan seperdelapannya. Apabila harta zakat yang terkumpul tidak mencukupi, maka diambil dari sumber lain dari kas negara atau dengan cara mewajibkan pungutan baru atas harta orang-orang kaya untuk menutupi kekurangan itu dengan syarat-syarat yang telah ditentukan oleh syari’at Islam.[9]
Tantangan Dan Peluang Pengelolaan Zakat Di Indonesia
Saat ini setidaknya terdapat 33 BAZDA yang berada di bawah pemerintah provinsi, dan 34 LAZ yang diorganisasikan oleh masyarakat. Hal tersebut tentunya menyimpan suatu peluang dan tantangan tersendiri bagi gerakan zakat nasional. Beberapa peluang dari berdirinya badan/lembaga zakat tersebut diantaranya : 1) Dari sisi umat,  Umat mudah membayar zakat semakin mudahnya menyalurkan dana zakat, baik dari segi waktu maupun tempat. Khusu untuk zakat mal, umat Islam tidak harus menunggu akhir Ramadhan atupun harus membayarkan melalui masjid terdekat.2) Pemerintah terbantu dengan adanya lembaga zakat, dari sisi pemerintah, munculnya begitu banyak BAZ/LAZ tersebut dapat membantu pemerintah untuk mengumpulkan dan mendistribusikan dana zakat, untuk dimanfaatkan penggunaannya dalam hal penanganan permasalahan bangsa, seperti pemerataan pendapatan dan pengentasan kemiskinan. 3) Lembaga zakat berlomba mengumpulkan dan menyalurkan zakat dari sisi BAZ/LAZ, keberadaan banyak organisasi tersebut dapat menjadi pemicu untuk berlomba-lomba dalam kebaikan (fastabiqul khairat), tidak hanya dalam pengumpulan zakat, tapi juga dalam penyaluran dan tata organisasi masing-masing BAZ/LAZ yang ada, mendapat kepercayaan penuh dari umat untuk menjadi perantara pelaksanaan zakat.[10]
Terkait dengan organisasi pengelola zakat, masih banyak hal yang akan menjadi tantangan di masa datang diantaranya : 1)  Masalah transaparansi dan akuntabilitas sebagai bagian dari good corporate governance yang seharusnya menjadi suatu hal yang mengakar dalam organisasi yang menjunjung kejujuran dan amanah..[11] 2) Akuntabilitas 3) Sumber Daya Manusia 4) Sistem Akuntansi Perzakatan 5) Sinergi Tidak Berjalan dengan Baik 6) Kurangnya pengetahuan masyarakat, khususnya muzaki, tentang zakat merupakan tantangan sekaligus ancaman bagi OPZ yang bergantung pada dana zakat masyarakat. [12]
EPILOG
Zakat merupakan ibadah yang memiliki dua dimensi, yaitu ibadah sebagai bentuk ketaatan kepada Allah (vertikal) dan sebagai kewajiban kepada sesama manusia (horizontal).
Zakat memiliki potensi yang menjanjikan bagi perekonomian, namun dampak zakat tersebut baru akan terasa pada tingkat yang diharapkan jika dana zakat terkumpul dalam jumlah yang cukup signifikan. Dana zakat mungkin tidak mencukupi untuk pengentasan kemiskinan, bahkan ketika semua potensi zakat telah tergali dan jumlah orang miskin tidak besar. Sehingga terdapat kesenjangan yang besar antara potensi dan kebutuhan dana untuk pengentasan kemiskinan.
Penghimpunan dana zakat oleh BAZ (BAZNAS dan BAZDA) mengalami peningkatan semenjak tahun 2002. Secara total dana zakat yang dikumpulkan oleh BAZ adalah sebesar 12 milyar rupiah pada tahun 2002 yang meningkat mencapai 142 milyar rupiah pada tahun 2006.  Sebagaimana dijelaskan di bagian sebelumnya, sebagai tindak lanjut dari UU Pengelolaan Zakat No. 38/1999, berbagai daerah di  tanah air menerrbitkan perda zakat. Studi Litbang Departemen Agama menunujukkan bahwa setelah disahkan atau diberlakukannya Perda Zakat dibeberapa daerah di Indonesia meningkatkan penghimpunan dana zakat yaitu sekitar 15-35%.
Sejauh ini, Penghimpunan dana zakat meningkat pesat dengan diikuti oleh pendayagunaan yang semakin efektif dan produktif. Zakat kemudian bertransformasi dari ranah amal sosial individual ke ranah ekonomi pembangunan keummatan.
Selain itu zakat juga harus di distribusikan secara efektif. Zakat harus didistribusikan pada dua jenis kegiatan yaitu kegiatan yang besifat konsumtif dan kegiatan yang bersifat produktif. Sehingga  zakat yang telah terkumpulkan dapat tersalurkan secara merata kepada para golongan yang berhak menerima zakat (mustahik) supaya tujuan dari pada zakat untuk mensejahterahkan masyarakat yang kurang mampu dapat diwujudkan.
Lembaga-lembaga zakat juga harus mampu menghadapi tantangan dan peluang dalam pengelolaan zakat. Selain itu sinergi antara BAZ dan LAZ harus terjalin dengan baik sehingga fungsi zakat dalam membantu permasalahan bangsa, terutama menyangkut pengentasan kemiskinan dan kesejahteraan masyarakat dapat tercapai dengan baik.


DAFTAR PUSTAKA
Kurnia, Hikmat, dan Hidayat, Panduan Pintar Zakat, Cet. I; Jakarta: QultumMedia, 2008.
Mirtanti, Nana, Indonesia Zakat dan Development Report 2009, Jakarta: 2009.
Al Arif, Nur Rianto, Lembaga Keuangan Syariah suatu Kajian Teoretis Praktis, Cet. I; Bandung: CV Pustaka Setia, 2012.
Yani, Dewi, “Strategi Penghimpuanan dan Pendistribusian Zakat”, Program Pasca Sarjana Universitas Indonesia, 2008.
Budi Santoso, Cahyo, “Impikasi,Peluang, dan Tantangan Pengelolaan Zakat, Jurnal Ekonomi islam, Diakses tanggal 04 Desember 2015.






[1]Hikmat Kurnia, dan Hidayat, Panduan Pintar Zakat, (Cet. I; Jakarta: QultumMedia, 2008), h. 4.

[2] Nana Mirtanti, Indonesia Zakat dan Development Report 2009, (Jakarta:2009), h.28
[3] Nana Mirtanti, Indonesia Zakat…, h.12.
[4] Ibid., h. 13-14.
[5] Ibid., h. 16-17
[6] Ibid., h. 18-19
[7] Nana Mirtanti, Indonesia Zakat…, h. 20.
[8] Ibid., h. 26.
[9] Hikmat Kurnia dan Ade Hidayat, Panduan…, h.158-161
[10] Nana Mirtanti, Indonesia Zakat…, h. 31.
[11] Ibid., h.31-32
[12]Cahyo Budi Santoso, “Impikasi,Peluang, dan Tantangan Pengelolaan Zakat, Jurnal Ekonomi islam, Diakses tanggal 04 Desember 2015

Artikel Terkait

Previous
Next Post »