Resume Keadilan

7:31:00 AM

Resume Keadilan

Resume Keadilan

A.   Pengertian Keadilan
  Kata keadilan dalam bahasa Indonesia berasal dari kata adil yang mendapat imbuhan awalan dan akhiran berasal dari bahasa Arab, yakni: عَدل yang bermakna: istiqamah, seimbang, harmonis, lurus, tegak, kembali, berpaling, dan lain-lain.
Adil dapat pula diartikan dengan memberikan sesuatu kepada seseorang yang menjadi haknya, oleh Ibrahim Mustafa menyebutkan dalam kitab Mu’jamnya “mengambil dari mereka sesuatu yang menjadi kewajibannya”.[1]Dalam kamus bahasa Indonesia disebutkan bahwa kata adil diartikan dengan
1). Tidak memihak/tidak berat sebelah,
2). Berpihak kepada kebenaran,
3). Sepatutnya/tidak sewenang-wenang.
Beberapa ulama tafsir menjelaskan kata adil tersebut, di antaranya: al-Maraghi memaknai adil dengan “menyampaikan hak kepada pemiliknya secara efektif”. Oleh al-Raghib al-Asfahani, menyebutkan bahwa lafaz tersebut bermakna “memberi pembagian yang sama”.[2]
M. Quraish Shihab mengemukakan bahwa kata adil pada awalnya diartikan dengan sama atau persamaan, itulah yang menjadikan pelakunya tidak memihak atau berpihak pada yang benar. Makna ini menunjukkan bahwa keadilan itu melibatkan beberapa pihak, yang terkadan saling berhadapan, yakni: dua atau lebih, masing-masing pihak mempunyai hak yang patut perolehnya, demikian sebaliknya masing-masing pihak mempunyai kewajiban yang harus ditunaikan.[3]M. Quraish Shihab mengemukakan bahwa paling tidak ada empat makna keadilan yang dikemukakan oleh pakar agama, yaitu: 1). Adil dalam arti sama, 2) Adil dalam arti seimbang, 3). Adil dalam arti perhatian terhadap hak-hak individu, dan 4). Adil yang dinisbatkan kepada Ilahi.[4]
Adil dalam arti sama dapat dilihat pada surah pada surah al-Nisa ayat 58:
إِنَّ اللّهَ يَأْمُرُكُمْ أَن تُؤدُّواْ الأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُم بَيْنَ النَّاسِ أَن تَحْكُمُواْ بِالْعَدْلِ إِنَّ اللّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُم بِهِ إِنَّ اللّهَ كَانَ سَمِيعاً بَصِيراً
Terjmahnya:
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.[5]
Pada ayat tersebut Allah swt. memerintahkan manusia berlaku adil apabila menetapkan hukum di antara manusia, kalau sekiranya seseorang menetapkan hukum di antara mereka yang tidak adil, maka kehidupan masyarakat menjadi pincang, dan akan terjadi diskriminasi.
Abd. Muin Salim menyebutkan bahwa perintah menetapkan hukum dengan adil di antara manusia secara kontekstual tidak hanya kepada kelompok sosial tertentu dalam masyarakat melainkan kepada setiap orang yang memiliki kekuasaan atau kewenangan mengurus atau memimpin orang lain, seperti suami terhadap isterinya dalam pemberian nafqah terutama jika isteri lebih dari satu, orang tua terhadap anak-anaknya, terutama yang berhubungan dengan hibah.
Sedangkan Muhammad Abduh mengemukakan bahwa keadilan yang dimaksud dalam ayat tersebut meliputi adil dalam kekuasaan politik, pandangan ini sesuai dengan sebab turunnya ayat. Keadilan pada ayat tersebut mencakup sikap dan perlakuan hakim terhadap para pihak yang bersengketa atau yang berperkara, maka para hakim harus memperlakukan mereka (para pihak) tersebut dalam status yang sama ketika mereka melakukan proses pemeriksaan dalam penyelesaian perkara.[6]
Adil dalam arti seimbang atau harmonis dapat dilihat pada surah al-Infithar ayat 6 dan 7:
يٰۤاَيُّهَا الۡاِنۡسَانُ مَا غَرَّكَ بِرَبِّكَ الۡكَرِيۡمِۙ‏ ﴿۶﴾الَّذِىۡ خَلَقَكَ فَسَوّٰٮكَ فَعَدَلَـكَۙ‏ ﴿۷ 
Terjemahnya:
Wahai manusia, apakah yang memperdayakan kamu (berbuat durhaka) terhadap Tuhan-mu Yang Maha Pemurah ?. Yang telah menciptakan kamu lalu menyempurnakan kejadianmu dan menjadikan (susunan tubuhmu) seimbang.
Dari ayat ini dapat dipahami bahwa sekiranya Allah swt. menjadikan salah satu di antara anggota tubuh manusia berlebih atau berkurang dari kadar, ukuran, posisi, atau syarat yang seharusnya, maka pasti terjadi ketidak seimbangan atau jauh keserasian. Seorang putri menjadi cantik karena adanya keseimbangan, keserasian, dan kesesuaian ciptaan Allah swt. pada dirinya, demikian juga seorang putra yang dinilai gagah perkasa dan sebagainya adalah karena ciptaan Allah swt. terjadi keseimbangan pada dirinya.
Adil dalam arti perhatian terhadap hak-hak individu, Allah swt. menetapkan hukum yang harus ditegakkan dalam kehidupan tidak lain adalah untuk memberi perlindungan kepada setiap orang atau individu yang harus dinikmati dalam kehidupannya setiap hari. Demikian pula janji-janji Allah swt. dalam Alquran, seperti pada firman-Nya:

Terjemahnya:


Bahwasanya seorang yang berdosa  tidak akan menanggung dosa orang lain, dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya, An-Najam 38-39
Pernyataan tersebut adalah sebagai tanda keadilan Allah swt. kepada hamba-hamba-Nya, Dia memberi janji akan memberi balasan atau imbalan kepada setiap orang sesuai dengan amalannya, yang baik dibalas dengan kebaikan dan yang jahat dibalas sesuai dengan kejahatannya.
B.   Keadilan Merupakan Perintah Allah swt.
Allah swt. mengutus Rasul-Nya agar menegakan keadilan dan memerintahkan kepada umatnya untuk berbuat dan berlaku adil, sebagaimana firman Allah swt. pada surahal-Nahl ayat 90:
Terjemahnya:
Sesungguhnya Allah menyuruh berlaku adil, dan berbuat kebaikan, serta memberi bantuan kepada kaum kerabat; dan melarang daripada melakukan perbuatan-perbuatan yang keji dan mungkar serta kezaliman. Ia mengajar kamu (dengan suruhan dan laranganNya ini), supaya kamu mengambil peringatan mematuhiNya.
Perintah berbuat adil dalam Alquran sangat tegas, yakni selain menggunakan kata-kata atau fi’il amar menunjukkan perintah yang wajib dipenuhi atau dilaksanakan.
Rasulullah saw. diutus oleh Allah swt. untuk menegakkan keadilan di antara agar:
a. Manusia menegakkan kehidupan yang berkeadilan, disebutkan pada surah al-hadid ayat 25 dan surah al-Nahl ayat 90.
b. Kepemimpinan yang adil melahirkan tanggung jawab memberi perlawanan kepada kezaliman, disebutkan pada surah al-Baqarah ayat 124.
c. Menjadi misi ke-Nabi-an atau ke-Rasul-an Nabi Muhammad saw. keadilan menjadi syarat terwujudnya ketaqwaan, disebutkan pada surah al-Maidah ayat 8.
Dengan demikian keadilan menjadi sebuah hal yang sangat penting dimiliki dan diwujudkan dalam kehidupan masyarakat sebab menjadi misi ke-Rasulan Nabi Muhammad saw. yang merupakan tanggungjawab kepemimpinan yang harus ditegakan sebagai salah satu syarat dalam mewujudkan ketaqwaan kepada Allah swt.
C.   Bentuk-Bentuk Keadilan
1.    Adil terhadap diri sendiri
2.    Adil dalam rumah tangga
3.    Adil dalam Masyarakat
4.    Adil dalam berekonomi
5.    Adil dalam Pemerintahan dan Peradilan
6.    Adil dalam Perwalian
7.    Adil dalam Penyaksian
8.    Adil dalam Perdamaian
9.    Adil Terhadap Musuh
D.   Hikmah Berlaku Adil
Konsep keadilan memiliki hikmah yang cukup dalam dan luas, apabila dicermati dan dianalisis, bahwa apa yang ditetapkan Allah swt. betul-betul punya makna dan hikmah, apalagi jika perintah tersebut diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari oleh semua komponen masyarakat. Konsep keadilan merupakan sesuatu yang tidak hanya menjadi sebuah konsep atau wacana yang ideal, tetapi betul-betul harus dibumikan dalam kehidupan sehari-hari manusia.
Secara garis besar ada empat hikmah atau manfaat yang dapat ditarik setelah menguraikan konsep keadilan tersebut dalam berbagai bentuk dan aspeknya pada makalah ini sebagai berikut:
a.    Mengharmoniskan hubungan di antara warga masyarakat.
b.    Memperkuat persaudaraan dan memperkokoh persatuan umat dan masyarakat.
c.    Mengikis konflik internal dan eksternal dalam masyarakat.
d.    Menjadi arah dan cita-cita sebuah masyarakat dan bangsa.
E.    AMAL SALEH
1.    Pengertian
            Amal shaleh maksudnya adalah berusaha melakukan perbuatan baik, berupaya membantu  saudaranya yang ditimpa musibah dan meringankan masalah yang terjadi.
            Amal shaleh adalah melakukan pekerjaan baik yang bermanfaat bagi diri sendiri dan bagi orang lain berdasarkan ikhlas karena Allah semata.
Sebagaimana frman Allah :
وَالَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ أُولَٰئِكَ أَصْحَابُ الْجَنَّةِ ۖ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
Artinya :
 “Dan orang-orang yang beriman serta beramal saleh, mereka itu penghuni surga; mereka kekal di dalamnya”. (QS AL-Baqarah : 82)
2.    Bentuk- bentuk Amal Shaleh
Yang termasuk perbuatan  amal saleh diantaranya :
a.    Amal Jariyah : pekerjaan yang mendatangkan pahala karena memberikan manfaat kepada orang lain, seperti membangun tempat ibadah.
b.    Amar Ma’ruf : menyeru atau mengajak orang untuk berbuat kebaikan, baik secara lisan maupun dengan memberikan contoh tauladan dalam bentuk perbuatan langsung. Perhatikan Firman Allah :
Artinya :
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar merekalah orang-orang yang beruntung”. (QS Ali-Imran ; 104)
c.    Berbakti kepada orang tua
Keharusan berbakti kepada orang tua yang diajarkan dalam Islam sangatlah rasional, mengingat sedemikian besar jasa ibu dan bapak  dalam merawat dan menjaga anak-anak sejak dari kandungan hingga dewasa. Sesuai dengan firman Allah :
Artinya :
 “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah seorang di antara keduanya atau Kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya Perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka Perkataan yang mulia.” (QS. Al-Israa- 23 )
Berikut perbuatan amal saleh yang perlu kita tingkatkan untuk memajukan umat Islam saat ini:
a.    Disiplin dalam belajar,
            Tugas seorang pelajar adalah belajar dengan tekun. Dalam hal ini para pelajar dituntut untuk bekerja keras, dalam membaca dan menelaah pelajaran. Orang yang senang membaca akan memperoleh ilmu pengetahuan yang banyak. Belajar hendaknya dijauhkan dari hal-hal yang kurang baik (negatif), seperti permainan, video game, kenakalan remaja atau hal-hal lain yang kurang baik bagi seorang pelajar. Sebab pelajar yang sudah mengenal pergaulan di luar rumah yang negatif akan berakibat fatal. Mereka akan mengabaikan pelajaran di sekolah.
            Dalam hal ini orang tua mempuyai peranan yang sangat penting . Mereka harus dapat mengarahkan anak-anaknya agar gemar mambaca hal-hal yang positif dan melarang membaca yang berbau negatif, seperti bacaan pornografi dan lainnya. Orang tua harus mempunyai sikap waspada didalam mengawsi putra putrinya yang masih duduk di bangku sekolah. Karena pada masa sekarang banyak pelajar yang tidak menghiraukan dirinya sebagai pelajar, sebab mereka sudah mengenal dunia di luar sekolah. Oleh sebab itu pemerintah menghimbau agar para pelajar jangan mudah tekena pengaruh arus di luar sekolah seperti, narkoba, minuman keras, pergaulan bebas. Seorang pelajar harus tekun belajar demi masa depan bangsa dan negaranya.
b.    Disiplin dalam bekerja
            Disiplin dalam bekerja adalah modal dasar untuk memperoleh hasil yang memuaskan. Seorang muslim harus disiplin dalam bekerja, giat berusaha, tidak mengandalkan orang lain, atau bermalas-malasan sambil menentukan uluran tangan orng lain. Rasulullah SAW, memberikan contoh, sebaik-baiknya penghasilan adalah usaha sendiri dan penghidupan yang bersumber dari penghasilan itu. Oleh karena itu hendaklah rajin dan disiplin dalam bekerja, agar mendapat kesejahtaraan dan kebahagiaan hidup dengan tidak lupa mengingat Allah swt.
            Maksud disiplin dalam bekerja adalah menggunakan waktu dengan sebaik-baiknya. Misalnya, seorang bekerja di perusahaan maka ia harus mentaati semua peraturan sehingga menghasilkan sesuatu yang lebih banyak. Atau kita berusaha sendiri dengan kerja keras dan penggunan waktunya diatur. Dengan demikian akan menghasilkan sesuatu yang lebih banyak. Sebaliknya seseorang yang kurang disiplin dalam bekerja maka akan merugikan diri sendiri dan merugikan perusahaan.
            Seseorang yang giat bekerja mempunyai tujuan atau angan-angan, seakan-akan hidup selama-lamanya. Jadi setiap hari ia mendapatkan kepuasan dengan keberhasilan usaha atau pekerjaannya.
c.    Disiplin dalam berlalulintas
            Untuk mencapai ketertiban di jalan raya, semua pengguna jalan hendaknya, mempunyai kesadaran untuk mentaati peraturan lalulintas, dalam bentuk rambu-rambu lalu lintas. Untuk menghindari kecelakaan hendaknya jangan kebut-kebutan, jangan emosi, jangan ceroboh, taati rambu-rambu. Begitu juga dalam melengkapi surat-surat kendaran. Seperti SIM, STNK,
d.    Disiplin dalam beribadah.
            Manusia sebagai makhluk Allah yang paling tinggi derajatnya dengan diberi akal untuk berfikir hingga dapat membedakan antara yang benar dengan yang salah, bahkan untuk mengelola alam semesta. Maka sudah sepantasnyalah manusia mendekatkan diri kepada Allah, atau bersyukur dengan meningkatkan ibadahnya kepada Allah.
            Manusia mengemban amanat yang paling besar yaitu amanat ibadah dan amanat sebagai khalifah. Amanat ibadah artinya manusia wajib menyembah serta tunduk dan patuh hanya kepada Allah swt, sebagaimana Firman-Nya.
Artinya :
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (QS. Al-Bayyinah ; 5 )
            Dengan demikian secara akal maupun wahyu, manusia wajib berhubungan kepada Allah utnuk mengabdikan dirinya dengan mendisiplinkan ibadah, seperti mengerjakan shalat, menunaikan zakat dan ibadah yang lainnya.
e.    Disiplin dalam masyarakat
            Hidup bermasyarakat adalah fitrah manusia. Dilihat dari latar belakang budaya, setiap mnusia memiliki latar belakang yang berbeda. Karenanya setiap manusia memiliki watak dan tingkah laku yang berbeda, namun dengan bemasyarakat mereka tentu memiliki norma-norma dan nilai-nilai kemasyarakatan serta peraturan yang disepakati bersama, yang harus dihormati dan dihargai. Sebagai bangsa Indonesia yang religius dan berfalsafah Pancasila, tentunya kita harus mentaati dan mematuhi nilai-nilai dan norma-norma  serta adat yang berlaku pada masyarakat kita.
            Sesuai dengan naluri kemanusiaan, setiap anggota masyarakat ingin lebih mengutamakan kepentingan pribadi dan kelompoknya. Sekiranya tidak ada aturan yang mengikat dalam kemasyarakatan sesuai dengan ketentuan yang telah digariskan oleh agama, niscaya kehidupan masyarakat akan kacau balau, karena setiap pribadi dan kelompok akan membanggakan diri pribadi dan kelompoknya masing-masing.
            Berdasarkan kenyataan ini agama Islam menegaskan bahwa manusia yang paling berkualitas di sisi Allah, bukanlah karena keturunan atau kekayaan, akan tetapi berdasarkan ketakwaannya. Ketakwaan merupakan perwujudan dari kedisiplinan yang tinggi dalam mematuhi perintah Allah. Ketakwaan adalah harta pusaka yang tidak dapat diwariskan melalui garis keturunan.
            Agama Islam mengibaratkan anggota masyarakat itu bagaikan satu bangunan, di dalamnya terdapat komponen yang satu sama lain mempunyai fungsi berbeda-beda. Manakala salah satu komponen itu rusak maka seluruh bangunan itu akan rusak atau binasa. Hadits Nabi menegaskan yang artinya :
“Seorang mukmin dengan mukmin yang lainnya bagaikan bangunan yang sebagian dari mereka memperkuat bagian lainnya. Kemudian beliau menelusupkan jari-jari yang sebelah ke jari-jari tangan sebelah lainnya.” ( HR. Bukhori Muslim dan Turmidzi).
e. Disiplin dalam penggunaan waktu
            Dalam menggunakan waktu perlu diperhatikan dengan seksama, waktu yang sudah berlalu tidak mungkin akan kembali lagi. Demikian pentingnya arti waktu sehingga berbagai bangsa di dunia mempunyai ungkapan yang menyatakan “waktu adalah uang” . Peribahasa arab menyatakan: waktu adalah bagaikan pedang dan waktu adalah emas. Kita orang Indonesia menyatakan sesal dahulu pendapatan, sesal kemudian tidak berguna.[7]






[1] Ibrahim Mustafa, ot.al., al-Mu’jam al-Wasieth, (Theheran: al-Maktabah al-Ilmiyah, 1934), h. 593.
[2] Ahmad Mustafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, Jilid V, (t.t.: Daar al-Fikr, 1974/1394), h. 69
[3] M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Quran Tafsir Maudhu’I atas Pelbagai Persoalan Umat, (Bandung: Mizan, 1998), h. 111
[4] Quraish Shihab, h. 113
[5] Qur’an terjemah RI. Depag. h. 126
[6]Lihat, Abd. Muin Salim, Fiqh Siyasah Konsepsi Kekuasaan Politik dalam Al-Quran,, (Jakarta: LSKI, 1994) h. 212
[7]Drs. Margiono,M.pd. dkk. Pendidikan Agama Islam SMK. Yudistira.

Artikel Terkait

Previous
Next Post »