KATA PENGANTAR
Syukur
yang tak terhingga penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT karena hanya atas
berkat rahmat dan hidayahnyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
ini.
Dalam
penyusunan makalah ini merupakan salah satu tujuan pokok meningkatkan
pengetahuan para pengajar untuk meningkatkan kualitas pengetahuan dan wawasan
mahasiswa tengtang menyampaiakan dakwah pengajaran. Perlu diketahui bahwa
penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena penulis
senantiasa mengharapkan saran dan kritik dari berbagai pihak serta rekan-rekan
kami yang membangun karena penulis hanyalah manusia biasa yang penuh kekurangan
karena kesempurnaan itu hanyalah milik Allah SWT.
Akhirnya
sebagai manusia biasa yang tak luput dari kesalahan , penulis mohon maaf yang
sebesar-besarnya apabila pada penyusunan makalah ini kurang berkenan di hati
para pembaca.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR i
DAFTAR
ISI ii
BAB
I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang 1
B. Rumusan
Masalah......................................................................................... 1
C. Tujuan 2
BABA
II PEMBAHASAN
A. Definisi
Da’wah .................................................................................. 4
B. Cara
Rasulullah Menyampaikan Da’wah.................................................... 8
C. Prinsip
Da’wah Rasulullah.......................................................................... 12
D. Kaidah
– Kaidah Da’wah Rasulullah........................................................... 16
BAB
III PENUTUP
A. Kesimpulan 17
B. Saran 17
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR PUSTAKA
Muhammad Abu, Bakar,
1998, Hadist Tarbawi 3, Surabaya: Karya Aditama.
khalid al-‘am, Najib, 2002, mendidik cara Nabi SAW. ,Bandung : Pustaka Hidayah
CD-Rom : Al-Hadist Asy-Syarif :1991-1997, kutubut tis’ah, versi 2 (2000), Global Islamic Software Company.
khalid al-‘am, Najib, 2002, mendidik cara Nabi SAW. ,Bandung : Pustaka Hidayah
CD-Rom : Al-Hadist Asy-Syarif :1991-1997, kutubut tis’ah, versi 2 (2000), Global Islamic Software Company.
Amahzun, Muhammad, Manhaj Dakwah Rasulullah (Manhajun Nabiyy
fid Da’wah min Khilalis Sirah ash-Shahihah: al-Ma’rifah, at-Tarbiyah,
ath-Thakhthith, at-Tanzhim), terj. Anis Maftukhin dan Nandang
Burhanuddin, Jakarta: Qisthi Press, 2004.
Buthy, Al-, Muhammad Sa’id
Ramadhan, Sirah Nabawiyah (Fiqhus
Sirah), terj. Aunur Rafiq Shaleh Tamhid, Jakarta: Robbani Press, 2002.
Jada, Al-, Ahmad, Meneladani Kecerdasan Emosi Nabi (Wallahu
Ya’shimuka Minannas) terj. Abdurrahim Ahmad, Jakarta: Pustaka Inti,
2004.
Mubarakfuri, Al-, Syaikh
Shafiyur Rahman, Sejarah Hidup
Muhammad; Sirah Nabawiyah (ar-Rahiq al-Makhutum Bahtsun fi as-Sirah
an-Nabawiyah ‘ala Shahibiha afdhal as-Shalat was-Salam), terj. Rahmat,
Jakarta: Robbani Press, 2002.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Dalam menyampaikan hadist-hadist tentang berdakwa atau
tata cara berdakwa, ada beberapa strategi yang harus di lakukan mengenai
sasaran-sasaran dakwah. di antaranya metode-metode mauidhoh hasanah, metode
ta’lim dan taqdim, metode hikayah dan metode khal. Dan yang akan kita bahas
kali ini adalah metode hikayah, yaitu suatu metode yang isinya tentang
cerita-cerita yang bisa menjadi contoh bagi kita agar kita bersikap atau meniru
cara-cara penyampaian yang di lakukan oleh rasulullah Saw.
B. RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah berdasarkan dari latar belakang antara lain:
Adapun rumusan masalah berdasarkan dari latar belakang antara lain:
1.
Jelaskan Definisi Da’wah !
2.
Bagaimana Rasulullah menyampaikan da’wahnya?
3.
Jelaskan Prinsip Da’wah
Rasulullah SAW !
4.
Jelaskan Kaidah – Kaidah Da’wah
Rasulullah SAW !
C. TUJUAN
Adapun tujuan dalam pembuatan makalah ini antara lain :
Adapun tujuan dalam pembuatan makalah ini antara lain :
1.
Untuk mengetahui tujuan da’wah
serta pngajarannya
2.
Untuk mengetahui cerita-cerita
tentang dakwah dalam hadist pada masa Nabi muhammad.
3.
Untuk mengetahui definisi
Da’wah secara umum.
4.
Untuk mengetahui Prinsip –
prinsip da’wah Rasulullah Saw.
BAB II
PEMBAHASAN
DA’WAH PENGAJARAN
A. DEFINISI DA’WAH
Dakwah adalah panggilan atau seruan bagi umat
manusia menuju jalan Allah (Q.S. Yusuf : 108). Yaitu jalan menuju Islam. Q.S.
Ali Imran : 19. Dakwah Adalah Segalanya Secara bahasa, kata dakwah sebagai
bentuk mashdar dari kata da’a (fi’il madhi) dan yad’u (fi’il
mudhari’) yang artinya memanggil (to call), mengundang ( to invite),
mengajak (to summer), menyeru (to propo), mendorong (to
urge) dan me-mohon (to pray) (Warson Munawir, 1994:439). Da’wah
dalam pengertian ini dapat dijum-pai dalam Al Qur’an yaitu pada surat Yusuf :33
dan Surat Yunus:25.
Memandang fungsi kerisalahan
dakwah, maka Islam tidak lain merupakan sumber nilai. Dengan demikian dakwah
lebih merupakan suatu proses alih nilai (transfer of value/ yang dikembangkan
dalam rangka perubahan perilaku. Hal ini dakwah berarti upaya mengembangkan
obyek dakwah untuk menjadi manusia masa depan yang lebih lengkap dalam dimensi
keberagmaanya. Dakwah adalah suatu proses pengkondisian agar obyek dakwah lebih
mengetahui, memahami, mengimani dan mengamalkan Islam sebagai pandangan dan
pedoman hidupnya. Dengan ungkapan lain, hakekat dakwah adalah suatu upaya untuk
merubah suatu keadaan menjadi keadaan lain yang lebih baik menurut tolak ukur
ajaran Islam. Ini berarti upaya menumbuhkan kesadaran dari dalam pada diri
obyek dakwah. Suatu kesadaran yang memungkinkan obyek dakwah mempunyai persepsi
cukup memadai tentang Islam sebagai sumber nilai dalam hidupnya dan yang dapat
juga menumbuhkan "kekuatan kemauan" dalam dirinya untuk
mengaktualisasikan nilai-nilai Islam tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan pengertian tersebut
diatas, maka dakwah dapat dipandang sebagai proses komunikasi dan proses
perubahan sosial. Dakwah sebagai proses komunikasi karena pada tingkat (obyek)
individual, kegiatan dakwah tidak lain adalah suatu kegiatan komunikasi, yaitu
kegiatan menyampaikan pesan dari komunikator (da'i) kepada komunikan (obyek
dakwah) dengan melalui media tuntutan, agar terjadi perubahan pada diri
komunikan. Perubaha-perubahan tersebut meliputi pemahaman (pengetahuan) sikap
dan tindakan individu.
Dengan demikian dalam termonologi
agama, perubahan terjadi, akan menyangkut aspek aqidah, (iman), akhlak, ibadah
dan mu'amalah (amalan). Perubahan tersebut dimungkinkan oleh karena terjadinya
perubahan nilai yang secara aktual dianut oleh seseorang. Dakwah juga merupakan
perubahan sosial, oleh karena perubahan nilai di atas juga terjadi pada tingkat
masyarakat. Pada tingkat komunitas ini, proses perubahan nilai dimungkinkan
akibat interatau seruan bagi umat manusia menuju Serulah (manusia) kepada jalan
Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara
yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang
tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang
mendapat petunjuk.
Hadist di atas memiliki kaitan
dengan ayat ayat alqura yang lain
Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah,
mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: "Sesungguhnya aku Termasuk
orang-orang yang menyerah diri?" (al fushshilat, 41:33)
Orang yang paling baik adalah
orang yang masih belajar kemudian mengajarkan serta mau pengamalkannya apa yang
di pelajarinya. Orang ayng seperti ini lah oeang yang paling mulia di antara
manusia yang lain bahkan kemuliaannya dapat penghargaan dari penghuni langit
dan bumi. Namun sebagai pendidik ia juga harus memiliki keahlian dalam
bidangnya agar tidak mengantarkan pada kehancuran. Di samping itu ia juga harus
konsekwen dengan apa yang di ajarkan, yakni mampu untuk melaksanakannya atau
mengajarkannya.
Secara istilah pengertian da’wah
di-maknai dari aspek positif ajakan tersebut, yaitu ajakan kepada kebaikan dan
kesela-matan dunia dan akhirat. M. Syafaat Habib mengemukakan tujuan dakwah
adalah berupaya untuk melahirkan dan membentuk pribadi atau masyarakat yang
berakhlak atau bermoral Islam. Lebih jauh lagi Syeck Ali Mahfudz berpendapat
bahwa tujuan dakwah adalah mendorong manusia untuk menerapkan perintah agama
dan meninggalkan larangan-Nya supaya manusia mampu mewujudkan kehidupan bahagia
di dunia dan di akherat. Sementara Didin Hafiduddin menegaskan tujuan dakwah
adalah untuk mengubah masyarakat sebagai sasaran dakwah ke arah kehidupan yang
lebih baik dan lebih sejahtera lahiriah maupun bathiniah.
Dalam hal tujuan dakwah Asmuni Syukii membagi tujuan dakwah ke dalam dua bagian
yaitu tujuan umum dan tujuan khusus.
a.
Tujuan Umum (mayor
objektive)
Tujuan umum dakwah
adalah mengajak ummat manusia meliputi orang mukmin maupun orang kafir atau
musyrik kepada jalan yang benar dan diredhai Allah Swt. agar mau menerima
ajaran Islam dan mengamalkannya dalam dataran kenyataan kehidupan sehari-hari,
baik yang bersangkutan dengan masalah pribadi, maupun sosial kemasyarakatan
agar mendapat kehidupan di dunia dan di akherat.
b.
Tujuan Khusus (minor
objektive)
v Tujuan khusus dakwah merupakan perumusan tujuan sebagai perincian
dari tujuan umum dakwah. Tujuan ini di maksudkan agar dalam pelaksanaan
aktifitas dakwah dapat di ketahui arahnya secara jelas, maupun jenis kegiatan
apa yang hendak dikerjakan, kepada siapa berdakwah dan media apa yang
dipergunakan agar tidak terjadi miss komunikasi antara pelaksana dakwah dengan
audience (penerima dakwah) yang hanya di sebabkan karena masih umumnya tujuan
yang hendak dicapai.
Olehnya itu tujuan umum masih perlu diterjemahkan atau di klasifikasi lagi menjadi tujuan khusus, sehingga lebih memperjelas maksud kandungan tujuan khusus tersebut adalah :
Olehnya itu tujuan umum masih perlu diterjemahkan atau di klasifikasi lagi menjadi tujuan khusus, sehingga lebih memperjelas maksud kandungan tujuan khusus tersebut adalah :
v Mengajak umat
manusia yang sudah memeluk agama Islam untuk selalu meningkatkan taqwanya kepada
Allah Swt. Artinya
mereka diharapkan agar senantiasa mengerjakan segala perintah Allah Swt, dan
selalu mencegah atau meninggalkan perkara yang dilarangnya seperti yang
terkandung dalam al-Qur’an surat al- Maidah (5) ayat 2 ;
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لَا تُحِلُّوا
شَعَائِرَ اللَّهِ وَلَا الشَّهْرَ الْحَرَامَ وَلَا الْهَدْيَ وَلَا الْقَلَائِدَ
وَلَا ءَامِّينَ الْبَيْتَ الْحَرَامَ يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِنْ رَبِّهِمْ
وَرِضْوَانًا وَإِذَا حَلَلْتُمْ فَاصْطَادُوا وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ
قَوْمٍ أَنْ صَدُّوكُمْ عَنِ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ أَنْ تَعْتَدُوا
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ
وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
Terjemahnya
:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syiar-syiar Allah dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) binatang-binatang had-ya dan binatang-binatang qalaa-id dan jangan (pula) mengganggu orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari karunia dan keridhaan dari Tuhannya dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, maka lekaslah berburu. Janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari masjidil haram, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertaqwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya.
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syiar-syiar Allah dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) binatang-binatang had-ya dan binatang-binatang qalaa-id dan jangan (pula) mengganggu orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari karunia dan keridhaan dari Tuhannya dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, maka lekaslah berburu. Janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari masjidil haram, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertaqwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya.
v
Membina mental agama Islam bagi mereka yang
masih mengkwatirkan tentang keislaman dan keimanannya (orang mukallaf), seperi yang terdapat dalam Q.S. (2) : ayat 286 ; لَا يُكَلِّفُ
اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ
رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبَّنَا وَلَا
تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِنَا
رَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلْنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ
لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلَانَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ
Terjemahnya :
Allah tidak membebani seorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang di usahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya, (mereka berdo’a): “Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa dan kami bersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang yang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya beri maaflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir.
Terjemahnya :
Allah tidak membebani seorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang di usahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya, (mereka berdo’a): “Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa dan kami bersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang yang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya beri maaflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir.
v
Mengajar dan mendidik anak agar tidak
menyimpan dari fitrahnya. Tujuan ini didasarkan pada al-Qur’an surat
ar-Ruum (30) ayat 30
فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ الدِّينُ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
Terjemahnya :
فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ الدِّينُ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
Terjemahnya :
Maka
hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah) ;(tetaplah atas) fitrah
Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan
pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus tetapi kebanyakan manusia tidak
mengetahuinya.
v
Meskipun definisi tentang
tujuan dakwah bervariasi, namun pada hakekatnya dakwah Islam merupakan
aktualisasi imani yang dimanifistasikan dalam suatu sistem kegiatan manusia
beriman, dalam bidang kemasyarakatan yang dilaksanakan secara teratur, untuk
mempengaruhi cara merasa, berpikir, bersikap dan bertindak manusia pada dataran
kenyataan individual serta kultural dalam rangka kehidupan manusia, dengan
menggunakan cara tertentu.
Dengan demikian, dari semua tujuan - tujuan tersebut di atas,
merupakan penunjang daripada tujuan akhir aktifitas dakwah. Tujuan akhir ini aktifitas
dakwah adalah terwujudnya kebahagiaan dan kesejahteraan manusia lahir dan
bathin di dunia dan di akherat nanti.
Beberapa
hadits tentang dakwah dan pengajaran serta tujuannya yaitu diantara ayat – ayat
al – Qur’an yang menjelaskan tentang dakwah dan pengajaran itu, adalah sebagai
berikut :
Artinya:
“Dan hendaklah ada
diantara kamu sekian segolongan umat yang mengajak pada kebajikan yang menyuruh
pada makruf, dan mencegah orang dari kemungkaran. Dan mereka itulah orang –
orang yang beruntung.”
(Q.S.
Aali Imran: 104).
“
Abu Ja’far Al-Baqira berkata: ‘bahwa setelah Rasulullah saw. Membaca: hendaklah
ada diantara kamu segolongan umat yang mengajak pada kebajikan. Kemudian beliau
bersabda: kebajikan (kebaikan) itu, kepatuhan mengikuti al-Qur’an dan
sunnahku’.”
B. CARA RASULULLAH MENYAMPAIKAN DA’WAH
1.
Da’wah Secara Rahasia (Sirriyatud
Da’wah)
Nabi mulai menyambut
perintah Allah dengan mengajak manusia untuk menyembah Allah semata dan
meninggalkan berhala. Tetapi da’wah Nabi ini dilakukannya secara rahasia untuk
menghindari tindakan buruk orang-orang Quraisy yang fanatik terhadap
kemusyrikan dan paganismenya. Nabi saw tidak menampakan da’wah di
majelis-majelis umum orang-orang Quraisy, dan tidak melakukan da’wah kecuali
kepada orang-orang yang memiliki hubungan kerabat atau kenal baik sebelumnya. Orang-orang
pertama kali masuk Islam ialah Khadijah binti Khuwailid ra, Ali bin Abi Thalib,
Zaid bin Haritsah mantan budak Rasulullah saw dan anak angkatnya, Abu bakar bin
Abi Quhafah, Utsaman bin Affan, Zubair bin Awwan, Abdur-Rahman bin Auf, Sa’ad
bin Abi Waqqash dan lainnya. Mereka ini bertemu dengan Nabi secara rahasia.
Apabila diantara mereka ingin melaksanakan salah satu ibadah, ia pergi ke
lorong-lorong Mekah seraya bersembunyi dari pandangan orang Quraisy. Ketika
orang-orang yang menganut Islam lebih dari tiga puluh lelaki dan wanita,
Rasulullah memilih rumah salah seseorang dari mereka, yaitu rumah al-Arqam bin
Abil Arqam, sebagai tempat pertama untuk mengadakan pembinaan dan pengajaran.
Da’wah pada tahap ini menghasilkan sekitar empat puluh lelaki dan wanita telah
menganut Islam. Kebanyakan mereka adalah orang-orang fakir, kaum budak dan
orang-orang Quraisy yang tidak memiliki kedudukan. Dakwah Islam dimulai di Mekah dengan cara
sembunyi-sembunyi. Dan Ibnu Ishaq menyebutkan, dakwah dengan cara ini berjalan
selama tiga tahun. Demikian pula dengan Abu Naim: ia mengatakan dakwah
tertutup ini berjalan selama tiga tahun.
2.
Da’wah Secara
Terang-terangan (Jahriyatud Da’wah)
Ibnu Hisyam berkata:
kemudian secara berturut-turut manusia, wanita dan lelaki, memeluk Islam,
sehingga berita Islam telah tersiar di Mekah dan menjadi bahan pembicaraan
orang. Lalu Allah memerintahkan Rasul-Nya menyampaikan Islam dan mengajak
kepadanya secara terang-terangan, setelah selama tiga tahun Rasulullah saw
melakukan da’wah secara tersembunyi, kemudian Allah berfirman kepadanya
“Maka siarkanlah
apa yang diperintahkan kepdamu dan janganlah kamu pedulikan orang musyrik.” (al-Hijr : 94)
“Dan berilah
peringatan kepada kerabatmu yang terdekat, dan rendahkanlah dirimu terhadap
orang-orang yang mengikutimu, yaitu orang-orang yang beriman.” (Asy-Syu’ara: 214-215)
Dan katakanlah,
“sesungguhnya aku adalah pemberi peringatan yang menjelaskan.” (al-Hijr: 89)
Pada waktu itu pula
Rasulullah saw segera melaksanakan perintah Allah, kemudian menyambut perintah
Allah, “Maka siarkanlah apa yang diperintahkan kepadamu dan janganlah kamu
pedulikan orang-orang musyrik” dengan pergi ke atas bukit Shafa lalu
memanggil, “Wahai Bani Fihir, wahai Bani ‘Adi,“ sehingga mereka berkumpul dan
orang yang tidak bisa hadir mengirimkan orang untuk melihat apa yang
terjadi. Maka Nabi saw berkata, “Bagaimanakah pendapatmu jika aku kabarkan
bahwa di belakang gunung ini ada sepasukan kuda musuh yang datang akan menyerangmu,
apakah kamu mempercayaiku?”Jawab mereka, “Ya, kami belum pernah melihat kamu
berdusta. “ kata Nabi, “Ketahuilah, sesungguhnya aku adalah seorang pemberi
peringatan kepada kalian dari sisksa pedih.” Kemudian Abu lahab memprotes,
“Sungguh celaka kamu sepanjang hari, hanya untuk inikah kamu mengumpulkan kami.
“Lalu turunlah firman Allah:
”Binasalah kedua belah tangan Abu
Lahab, dan sesungguhnya dia akan binasa.”
Kemudian Rasulullah
saw turun dan melaksanakan firman Allah, ”Dan berilah peringatan kepada
kerabatmu yang terdekat” dengan mengumpulkan semua keluarga dan kerabatnya,
lalu berkata kepada mereka, “Wahai Bani Ka’b bin Lu’ai, selamatkanlah dirimu
dari api neraka! Wahai Bani Murrah bin Ka’b, selamatkanlah dirimu dari api
neraka! Wahai Bani Abdi Syams, selamatkanlah dirimu dari api neraka! Wahai Bani
Abdul Muthalib, selamatkanlah dirimu dari api neraka! Wahai Fatimah,
selamatkanlah dirimu dari api neraka! Sesungguhnya aku tidak bisa dapat membela
kalian di hadapan Allah, selain bahwa kalian mempunyai tali kekeluargaan yang
akan aku sambung dengan hubungannya.”
Da’wah Nabi saw
secara terang-terangan ini ditentang dan ditolak oleh bangsa Quarisy, dengan
alasan bahwa mereka tidak dapat meninggalkan agama yang telah mereka
warisi dari nenek moyang mereka, dan sudah menjadi bagian dari tradisi
kehidupan mereka. Pada saat itulah Rasullulah mengingatkan mereka akan perlunya
membebaskan pikiran dan akal mereka dari belenggu taqlid. Selanjutnya di
jelaskan oleh Nabi saw bahwa tuhan-tuhan yang mereka sembah itu tidak dapat
memberi faidah atau bahaya sama sekali. Dan, bahwa turun-temurunya nenek moyang
mereka dalam menyembah tuhan-tuhan itu tidak dapat dijadikan alasan untuk
mengikuti mereka secara taqlid buta. Firman Allah menggambarkan mereka:
Dan apabila
dikatakan kepada mereka, “Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah,”mereka
menjawab,”(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari
(perbuatan) nenek moyang kami.” (Apakah mereka akan mengikuti juga,) walaupun
nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu pun, dan tidak mendapat
petunjuk? (al-Baqarah: 170)
Ketika Nabi saw
mencela tuhan mereka, membodohkan mimpi mereka, dan mengecam tindakan taqlid buta
kepada nenek moyang mereka dalam menyembah berhala, mereka menentang dan
sepakat untuk memusuhinya, kecuali pamannya, Abu Thalib, yang membelanya.
C. PERINSIP DA’WAH RASULULLAH
Dari uraian di atas, dapat
disimpulkan beberapa prinsip dakwah Rasulullah saw, yaitu sebagai berikut:
1.
Mengetahui medan (mad’u)
melalui penelitian dan perenungan.
2.
Melalui perncanaan pembinaan,
pendidikan, dan pengembangan serta pembangunan masyarakat.
3.
Bertahap, diawali dengan cara
diam-diam (marhalah sirriyah), kemudian cara terbuka (marhalah
alaniyyah). Diawali dari keluarga dan teman terdekat, kemudian
masyarakat secara umum.
4.
Melalui cara dan strategi
hijrah, yakni menghindari siutasi yang negative untuk menguasai suasana yang
lebih positif.
5.
Melalui syiar dan pranata
Islam, antara lain melalui khotbah, adzan, iqamah, dan shalat berjamaah,
ta’awun, zakat, dan sebagainya.
6.
Melalui musyawarah dan kerja
sama, perjanjian dengan masyarakat sekitar, seperti dengan Bani Nadhir, Bani
Quraidzah, dan Bani Qainuqa.
7.
Melalui cara dan tindakan yang
akomodatif, toleran, dan saling menghargai.
8.
Melalui nilai-nilai
kemanusiaan, kebebasan, dan demokratis.
9.
Menggunakan bahasa kaumnya,
melalui kadar kemampuan pemikiran masyarakat (ala qadri uqulihim).
10.
Melalui surat. Sebagaimana yang
telah dikirim ke raja-raja berpengaruh pada waktu itu, seperti pada Heraklius.
11.
Melalui uswah hasanah dan
syuhada ala an-nas, dan melalui peringatan, dorongan dan motivasi (tarhib wa
targhib).
12.
Melalui Kelembutan dan
pengampunan. Seperti pada peristiwa Fathul Mekah disaksikan para pemimpin kafir
Quraisy sambil memendam kemarahan dan kebencian. Begitu pula isi hati Fadhalah,
yang begitu dalam kebenciaanya kepada Rasulullah sehingga ingin membunuhnya.
Tanpa ia duga, Rasulullah mengetahui suara hatinya tersebut. ketika ditegur
dengan lembut, fadhalah menjadi ketakutan dan mencoba berbohong untuk membela
diri. Tetapi Rasulullah tidak marah, bahkan melempar dengan senyumnya. Seketika
Fadhalah terpesona dengan reaksi orang yang hendak dibunuhnyatersebut. Ia yang
berada dalam puncak ketakutan merasakan kelegaan luar biasa. Tumbuh simpatinya
dan kebenciannya mulai surut. Hatinya benar-benar berbalik ketika Rasulullah
meletakan tangan kanan tepat di dadanya. Sentuhan fisik refleksi dari kasih
sayang Rasulullah ini benar-benar mengharubiru perasaan Fadhalah.
Kedengkian dan kebenciaan berubah menjadi kecintaan yang mendalam.
D. KAIDAH-KAIDAH DA’WAH RASULULLAH
Dari prinsip dan langkah-langkah
perjuangan Rasulullah saw di atas, dapat diturunkan kaidah-kaidah dakwah
Rasulullah saw sebagai berikut:
a.
Tauhidullah, yakni sikap mengesakan Allah dengan sepenuh hati, tidak
menyekutukan-Nya, hanya mengabdi, memohon, dan meminta pertolongan kepada Allah
SWT. Sebagai pencipta dan pemelihara alam semesta. Kaidah ini bertujuan untuk
membersihkan akidah (tathir al-i’tiqad) masyrakat dari berbagai macam
khurajat dan kepercayaan yang keliru, menuju satu landasan, motivasi, tujuan
hidup dan kehidupan dari Allah dan dalam ajaran Allah menuju mardhatillah (min
al-Lah, fi al-Allah, dan ila Allah).
b.
Ukhuwah Islamiah, yakni sikap persaudaraan antarsesama muslim karena adanya kesatuan
akidah, pegangan hidup, pandangan hidup, sistim sosial, dan peradaban sehingga
terjalinlah kesatuan hati dan jiwa yang melahirkan persaudaraan yang erat dan
mesra, dan terjalin pula kasih sayang, perasaan senasib sepenanggungan, serta
memperhatikan kepentingan orang lain, seperti mementingkan kepentingan diri
sendiri. Dengan demikian, terhindar dari sikap individualisme, fanatisme
golongan, fir’aunisme, materialisme, dan dari segala penyakit jiwa lainnya.
c.
Muswah, yakni sikap persamaan antar sesama manusia, tidak arogan, tidak
saling merendahkan dan meremehkan orang lain, tidak saling mengaku paling
tinggi. Ini karena perbedaan dan penghargaan di sisi Allah adalah dilihat
prestasi pengabdian dan ketakwaannya.
d.
Musyawarah, yakni sikap kompromis dan menghargai pendapat orang lain, tidak
menonjolkan kepentingan kelompok, memperhatikan kepentingan bersama untuk
meraih kemaslahatan dan kebaikan bersama. Hal ini dilakukan oleh Rasulullah
saw, antara lain di Madinh, yaitu dengan munculnya Piagam Madinah. Ayat-ayat
yang dapat dirujuk dalam kaitannya dengan kaidah ini, antara lain: Q.S.
Ali-Imran: 159, Q.S. Asu’ara: 38.
e.
Ta’awun, yakni sikap gotong-royong, saling membantu, kebersamaan dalam
menghadapi persoalan dan tolong-menolong dalam hal-hal kebaikan. Ayat-ayat yang
dapat dirujuk dalam kaitannya dengan kaidah ini, antara lain: Q.S. Al-Maidah:
2, Q.S. At-Taubah: 71, q.s. Al-Anfal: 46.
f.
Takaful al-ijtima, yakni sikap pertanggungjawaban bersama senasib sepenanggungan,
kebersamaan dan sikap solidaritas sosial. Ayat-ayat yang dapat dirujuk dalam
kaitannya dengan kaidah ini, antara lain: Q.S. At-Tahrim: 6, Q.S.
Al-Baqarah:195.
g.
Jihad dan Ijtihad, yakni sikap dan
semangat kesungguh-sungguhan, serius menunjukan etos kerja yang tinggi,
kreatif, inovatif dalam penyelesaian yang dihadapi. Ayat-ayat yang dapat
dirujuk dalam kaitannya dengan kaidah ini, antara lain: Q.S. Ash-Shaff: 4,
10-13.
h.
Fastahiq al-khayrat, yakni sikap dan semangat berlomba-lomba dalam kebaikan, pada
berbagai lapangan hidup dan kehidupan. Ayat-ayat yang dapat dirujuk dalam
kaitannya dengan kaidah ini, antara lain: Q.S. Ali-Imran: 114, Q.S.
Al-Mu’minun: 57,61, Q.S. Al-Hadid: 21.
i.
Tasamuh, yakni silap toleransi, tenggang rasa, tidak memaksakan kehendak,
mengikuti dan melaksanakan sesuatu dengan landasan ilmu, saling menghargai
perbedaan pandangan. Ayat-ayat yang dapat dirujuk dalam kaitannya dengan
kaidah ini, antara lain: Q.S. Az-Zumar: 18, Q.S. Al-Baqarah: 256, Q.S.
Al-Ankabut: 46, Q.S. An-Nahl: 125, 109, 1-6.
j.
Istiqamah, yakni sikap dan semangat berdisiplin, tidak goyah, berjalan terus
di atas ajaran yang benar dengan penuh kesabaran. Ayat-ayat yang dapat
dirujuk dalam kaitannya dengan kaidah ini, antara lain Q.S. Fushshilat: 6, 30,
32, Q.S. Al-Ahqaff: 13-14, Q.S. Asy-Syu’ara: 13-15.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas, dapat di ambil
kesimpulan:
1.
persamaan hak antara laki-laki dan perempuan
harus di sejajarkan karena Ilmu pengetahuan merupakan hal yang vital demi
mencapai kehidupan bahagia dunia dan ahirat. Kewajiban perempuan untuk menuntut
ilmu pengetahuan itu seperti para laki-laki. Bahkan dalam penyebaran Ilmu
pengetahuan laki-laki dan perempuan itu sama yang membedakan di sisi Allah SWT.
Hanyalah kadar ketaqwaan hamba semata.
2.
Hadist di atas terjadi ketika
nabi Muhammad mengutus sahabat mu’adz bin jabal untuk berdakwa di yaman pada
tahun 10 hijriyah, menjelang haji wada’, di mana sekitar empat bulan lagi
beliau wafat. Mu’adz tidak di tugaskan untuk tidak mengajarkan agama islam
secara sekaligus, melainkan secara bertahap dan tanpa adanya paksaan.
3.
Hadist ini termasuk hadist yang
sohih atau marfu’ ilan nabi karena setiap perowinya di kenal sebagai orang yang
tsiqoh namun ada sebagian ulama mngomentari terhadap Muhammad bin fulaih,
menurut yahya bin muayyan fulaih bukan orang stiqoh
B.
SARAN
Dalam berdakwa, kita di
wajibkan untuk mengetahui metode-metode atau cara-cara dalam berdakwa, sehingga
kita dapat mengerti dan melaksanakan metode-metode yang telah kita pelajari.
EmoticonEmoticon